Ini isi pidato TP Rachmat usai dianugerahi Doktor Honoris Causa dari ITB (Bagian 1)



KONTAN.CO.ID -BANDUNG. Institut Teknologi Bandung (ITB) menganugerahi gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) kepada Theodore Permadi (TP) Rachmat atas kontribusinya terhadap perkembangan teknologi. Sumbangsihnya di industri manufaktur dengan membangun kerajaan bisnis di Indonesia dianggap laik untuk mendapat gelar tersebut.

Pemberian gelar Doktor Kehormatan tersebut kepada TP Rachmat bertepatan dengan peringatan Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia ke-99 tahun di Aula Barat, Kampus ITB, Jalan Ganesa, Kota Bandung, Rabu (3/7). TP Rachmat menjadi sosok ke-13 yang mendapat gelar tersebut dari ITB.

Begini kutipan asli dari Pidato TP Rachmat usai dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa:


Sebelum saya mulai, saya harus berterus terang, bahwa menyiapkan pidato pagi ini adalah salah satu yang paling sulit. Berdiri di sini, di depan jajaran pendidik, praktisi, tokoh-tokoh bisnis dan tokoh-tokoh bangsa, membuat saya sulit memilih hal apa yang perlu saya sampaikan.

Terlebih lagi, seumur hidup saya tidak pernah membayangkan berdiri di mimbar ini, untuk tujuan seperti ini. Menjadi sebuah kehormatan bagi saya, dan menjadi momen yang tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya. Saya hanya berharap agar paparan sederhana yang akan saya sampaikan ini berkenan dan bermanfaat bagi Bapak dan Ibu sekalian.

Izinkan saya memulai pidato yang berjudul “Karakter dan Mindset Sebagai Penentu Keberhasilan dan Kelangsungan Bangsa” ini, dengan bercerita sedikit tentang masa kecil dan keluarga saya.

Saya lahir di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka, sekitar 75 tahun yang lalu. Saya adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Ayah saya bernama Raphael Adi Rachmat, dan Ibu saya bernama Augustine. Saya memiliki satu kakak, Alm. Benny Rachmat, dan satu adik, Ibu Linda Rachmat.

Di usia 28 tahun, saya menikah dengan Ibu Like Rani Imanto. Dari pernikahan kami, Tuhan mengaruniakan 3 anak yang sangat saya cintai dan banggakan: Christian Ariano Rachmat, Arif Patrick Rachmat, dan Ayu Rachmat.

Sebelum berbicara mengenai banyak hal, izinkan saya untuk berterima kasih yang tulus kepada istri saya, Ibu Like, atas dukungan, pengertian, dan doa yang tak pernah putus sepanjang perjalanan hidup kami. Dan kepada Ario, Arif, dan Ayu, yang senantiasa mengindahkan nasihat orang tuanya dan terus menjaga kehormatan dan nilai-nilai luhur keluarganya.

Semasa kecil saya, kami relatif lebih beruntung secara ekonomi. Saya bersyukur Tuhan menganugerahi kami dengan hidup yang berkecukupan. Lebih bersyukur lagi, karena kedua orang tua saya mencontohkan cara hidup yang sangat sederhana. Tidak berlebihan, tidak memanjakan kami sebagai anak.

Editor: Azis Husaini