Ini kata analis dan AEI soal IPO tambang



JAKARTA. Bulan ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) siap menerbitkan beleid anyar soal pencatatan saham bagi perusahaan tambang. Perusahaan tambang yang sudah eksplorasi namun belum berproduksi atau mencatatkan laba, kini bakal diberi kelonggaran untuk menapakkan diri di lantai bursa. Isakayoga, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mengatakan, aturan ini menjadi pintu masuk bagi perusahaan-perusahaan tambang yang tengah mencari dana segar untuk berproduksi. Dia bilang, banyak perusahaan tambang potensial yang butuh dana besar untuk berproduksi. Tentunya,pasar modal juga bakal semakin diramaikan oleh emiten baru."Relaksasi aturan ini akan menjadi angin segar untuk perusahaan tambang. Target BEI untuk mendapat 30 emiten baru bisa tercapai, mungkin bahkan lebih," ujarnya ke KONTAN, Senin (2/6).Sebagai informasi, sejak calon beleid ini mengemuka, beberapa perusahaan tambang menyambut positif. Tato Miraza, Direktur Utama Aneka Tambang Tbk (ANTM) pernah mengatakan, perseroan menyiapkan tiga anak usaha untuk IPO. Mereka adalah PT GAG Nikel, PT Cibaliung Sumber Daya (CSD), dan PT Marga Citra Utama (MCU). Namun, rencana itu masih dikaji sembari menunggu beleid baru mengenai IPO tambang tersebut. Meski positif buat emiten, Isakayoga melihat investor pasar modal tak akan mudah menerima IPO perusahaan tambang yang belum berproduksi. "Investor harus lebih pandai membaca prospek bisnis calon emiten tambang ini. Karena resikonya tentu lebih besar," ujarnya.Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities juga bilang, secara valuasi saham, harus ada perhitungan khusus untuk menilai perusahaan tambang tersebut. "Tentu saja hitungannya tidak bisa menggunakan valuasi Earning per Share (EPS) ataupun Price to Earning Ratio (PER) jika belum ada keuntungan," kata Reza. Karena tak bisa melihat kinerja calon emiten secara historikal, calon emiten tambang tersebut harus bisa memberikan hasil studi kelayakan yang mencerminkan prospek fundamental dalam jangka panjang.Makanya, Reza berharap, beleid ini juga mengatur secara detail mengenai prospek emiten dalam jangka panjang, seperti cadangan tambang yang dimiliki. "Dengan begitu, bisa dihitung prospeknya dalam jangka panjang, jadi tidak asal mengejar target emiten baru," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie