Ini kata analis soal turunnya LQ45 sejak awal tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks saham LQ45 sudah turun 2,3% sejak awal tahun hingga Selasa (1/10).

Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas melihat penurunan tersebut disebabkan oleh perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, tren harga komoditas yang turun dan indeks manufaktur Indonesia yang memburuk. 

Survei IHS Markit menunjukkan, pada kuartal tiga tahun 2019 rata-rata Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di posisi 49,2. Angka tersebut merupakan titik terendah sejak tahun 2016.


"Terbukti data kemarin data PMI manufaktur masih di bawah 50 yang artinya kondisi dalam masa kontraksi atau perlambatan," ujar Sukarno, Rabu (2/10).

Kendati begitu, data PMI manufaktur AS yang menunjukkan pelemahan menjadi sentimen positif bagi LQ45. Pasalnya, dengan kondisi tersebut peluang penurunan suku bunga kembali terbuka. 

Baca Juga: Indeks LQ45 terkoreksi 4,17% sejak awal tahun, ini penyebabnya

Asal tahu saja, indeks manufaktur AS justru semakin menjauh dari angka 50. Per September 2019, indeks manufaktur turun ke level 47,8 padahal bulan sebelumnya tercatat 49,1. Posisi September 2019 tersebut menjadi yang terendah sejak Juni 2009.

"Kemudian aktivitas window dressing di akhir tahun biasanya akan menjadi LQ45 berpeluang menguat," imbuhnya.

Beberapa saham yang menjadi pemberat LQ45 sejak awal tahun (ytd) adalah PTBA yang turun 46,98% ytd, INKP turun 42,64% ytd, ITMG turun 38,4% ytd, HMSP turun 38,01% ytd, dan GGRM yang turun 37,49% ytd.

Juga diikuti oleh turunnya saham SCMA sebanyak 35,29% ytd, LPPF turun 34,11 ytd, JPFA turun 28,37% ytd, CPIN turun 27,68% ytd, dan UNTR yang turun 24,86% ytd.

Dia merekomendasikan untuk tahun ini, investor bisa mengoleksi lagi pada penghujung tahun, bertepatan dengan window dressing. 

Sementara itu, dengan adanya isu resesi, lanjut Sukarno, tahun depan investor disarankan masuk ke sektor kebutuhan pokok konsumen, sektor tambang dengan komoditas utama emas, dan mencari sektor yang rajin membagi dividen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi