KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong lembaga jasa keuangan untuk menyediakan pinjaman khusus untuk mahasiswa atau
student loan dengan bunga lebih murah. Hal ini menanggapi polemik kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ramai dibicarakan di masyarakat. Sejumlah bank pun mulai mengkaji skema tersebut. Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan pihaknya bersedia menjajaki dan mempelajari pengadaan
student loan. Saat ini BCA disebut Jahja sedang mempelajari ketentuannya, BCA juga akan melakukan
pilot project untuk produk
student loan.
Di sisi lain, Jahja melihat tantangan dari penyediaan produk ini adalah terkait jaminannya. Bank juga harus mengetahui siapa debitur yang menerima, dan kebutuhannya apa. Jadi ada
list yang harus diperhatikan.
Baca Juga: Pengamat: Indonesia Perlu Mencontoh Keberhasilan Skema Student Loan di Luar Negeri "Belajar dari
peer to peer landing, pinjaman tanpa jaminan harus siap jika
non performing loan (NPL) di atas 5%. Karena selama sekolah berarti pinjaman nambah terus, baru bisa cicil setelah bekerja. Jadi harus ada ketentuan pinjaman dimana, berapa tahun bunganya, lalu diakumulasi," jelas Jahja kepada kontan.co.id, Jumat (24/5). Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan juga mengaku sedang mengkaji skema potensial yang bisa diterapkan untuk pengadaan
student loan. "Kami sedang melakukan
assessment dulu untuk melihat
realistic potential-nya, jadi belum ada programnya" ujar Lani. Menurut Lani, skema yang paling sederhana untuk penerapan
student loan ini adalah seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA), karena relatif, dan pasti tidak ada kolateral atau jaminan barang. Namun demikian, Lani melihat tantangannya adalah bisa jadi harus melibatkan orang tua mahasiswa untuk proses kelaziman kreditnya. "Juga pihak sekolah atau universitas untuk memastikan kredit digunakan untuk pembiayaan pendidikan," katanya. Setali tiga uang, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Royke Tumilaar bilang, kalau pihaknya sedang mempersiapkan skema baru untuk
student loan ini. Asal tahu saja,
student loan BNI sebetulnya sudah ada sebelumnya, tetapi kata Royke memang sedang disetop dan direevaluasi. "Karena tantangannya adalah bagaimana meyakini setelah lulus mendapat pekerjaan dan mau mengembalikan pinjamannya. Hal ini harus kerjasama dengan PTN," kata Royke. Lebih lanjut Royke menjelaskan, skema
student loan ini pasti akan berbeda dengan KTA dan kredit mikro karena ini tidak ada penghasilan di awal.
Sementara itu, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, penerapan skema
student loan bukan solusi. Menurutnya,
student loan masih punya beberapa hambatan, salah satunya kepastian mendapatkan pekerjaan setelah lulus perguruan tinggi di Indonesia yang cukup rendah.
Baca Juga: Jadi Buah Bibir dan Pernah Gagal di RI, Begini Kondisi Student Loan di Negara Lain "Dengan kondisi itu maka risiko kredit macetnya besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2023 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka lulusan Universitas mencapai 5,18%. Selain itu persentase penyerapan tenaga kerja lulusan universitas hanya 10,3%. Artinya tidak semua lulusan perguruan tinggi terserap di pasar tenaga kerja," terang Bhima. Jadi kata Bhima dari segi bisnis, risiko
student loan cukup tinggi. Ada kekhawatiran tingkat gagal bayar
student loan di Indonesia cukup tinggi dan ini disebut Bhima akan mempengaruhi performa dari lembaga keuangan yang memberikan pinjaman.
Editor: Tendi Mahadi