KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) pada Oktober ini dinilai akan mempengaruhi ongkos pembiayaan atau
cost of fund. Untuk diketahui, BI menaikkan suku bunga acuan, BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Oktober 2023. BI mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Sehingga, suku bunga acuan kini bergerak di level 6%.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, salah satu konsekuensi dari naiknya suku bunga acuan adalah akan mempengaruhi lebih mahalnya ongkos pembiayaan. Hal ini bisa berdampak terhadap keputusan investasi para pelaku usaha maupun industri.
Baca Juga: Suku Bunga BI Naik Jadi 6%, Emiten Ini Diprediksi Untung “Tentu para pelaku usaha dan industri akan berpikir dua kali ketika ingin melakukan ekspansi usaha di tengah tingkat suku bunga yang tinggi saat ini. Ketika mereka berada pada keputusan untuk menahan atau
hold sementara tidak melakukan ekspansi usaha maka sudah tentu ini juga akan mempengaruhi komponen investasi pada produk domestik bruto,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (22/10). Di samping itu, Yusuf juga memperkirakan tahun ini dan juga tahun depan kontribusi investasi berpotensi tertahan atau tertekan karena berlangsungnya tahun politik. Hal ini mengacu pada pengalaman sebelumnya, di tahun politik umumnya investasi akan tertahan mengingat calon investor maupun pelaku usaha akan wait and see terlebih dahulu. Selain itu, pelaku usaha juga akan menunggu terkait presiden berikutnya, dan menimbang bagaimana arah kebijakan dari mereka yang terpilih di tahun politik tersebut. Yusuf mengatakan, jika memang pelaku usaha tetap melakukan ekspansi, maka akan berdampak pada harga pokok produksi yang akhirnya akan dibebankan pada konsumen. Dengan harga yang makin mahal tersebut akan mengakibatkan konsumen menahan belanjanya. Lebih lanjut, Yusuf juga menilai dampak dari naiknya suku bunga acuan BI ini, baru akan terasa pada awal tahun depan. Misalnya saja mempengaruhi kondisi inflasi.
Baca Juga: BI Kerek Bunga, Bunga Kredit Multifinance Menyusul? “Artinya kita masih akan merasakan periode suku bunga tinggi setidaknya sampai dengan periode awal di tahun depan, mengingat bahwa kebijakan suku bunga itu memerlukan waktu sampai dia memberikan dampak optimal terhadap tujuan yang ingin disasar,” jelasnya.
Atas permasalahan tersebut, Yusuf mengatakan, pemerintah perlu memastikan pertumbuhan ekonomi tetap ada di jalur yang positif. Selain itu, pemerintah juga bisa mengoptimalkan belanja untuk mendorong daya beli kelompok menengah ke bawah dengan tren suku bunga tinggi saat ini. Selain memberikan subsidi, pemberian insentif pajak juga perlu dijadikan sebagai alternatif, jika ternyata sampai tahun depan daya beli masyarakat masih relatif tertekan, akibat kenaikan suku bunga acuan ini. “Hal yang sama juga perlu dilakukan pemerintah di tahun depan. Artinya realisasi belanja Pemerintah perlu dipercepat dari awal tahun sehingga dampak kebijakan suku bunga yang tinggi itu tidak sepenuhnya menekan daya beli masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah,” imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto