KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perombakan susunan manajemen PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Rabu lalu (2/9) menyedot perhatian publik. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham BNI, merombak besar-besaran manajemen BNI. Tercatat, ada delapan posisi direksi BNI yang dirombak. Dari jumlah itu, ada lima direktur baru BNI yang berasal dari PT Bank Mandiri Tbk (Persero). Kelima direktur baru BNI yang berasal dari Bank Mandiri itu adalah Royke Tumilaar yang didapuk menjadi Direktur Utama BNI menggantikan Herry Sidharta. Lalu, ada Silvano Winston Rumantir, yang ditunjuk menjadi Direktur Corporate Banking BNI. Selain itu ada Muhamad Iqbal yang dipercaya menduduki posisi Direktur Bisnis UMKM BNI. Ada pula Novita Widya Anggraini yang mengemban amanah sebagai Direktur Keuangan BNI. Serta, David Pirzada sebagai Direktur Manajemen Risiko BNI.
Muhammad Doddy Arifianto, Ekonom dari Universitas Bina Nusantara (Binus) menyatakan, masuknya lima bankir Bank Mandiri ke susunan direksi BNI harus dilihat secara objektif. Doddy membenarkan, biasanya pimpinan bank BUMN dilakukan secara rotasi antar sesama bankir pelat merah. Dalam penempatan direksi sebuah perusahaan BUMN, pemerintah sebagai pemegang saham pasti melakukan proses seleksi yang ketat. Ada tim seleksi yang mempertimbangkan seseorang layak dipilih menjadi pimpinan di sebuah BUMN. Tentu, kata Doddy, kualifikasi yang dimiliki bankir dari bank BUMN selain Mandiri juga masuk dalam pool tim seleksi manajemen BNI. Hal itu, mulai dari kompetensi, skill, jaringan, wawasan, integritas, dan lain sebagainya menjadi kriteria utama yang diseleksi oleh tim tersebut. "Saya yakin, semua itu menjadi pertimbangan utama Menteri BUMN, yang notabene juga merupakan profesional businessman," ujar Doddy kepada Kontan.co.id, Sabtu (5/9). Doddy menambahkan, keberadaan bankir-bankir Bank Mandiri di sejumlah perusahaan BUMN maupun swasta, sejatinya sudah ada sejak dahulu. Sejak tahun 2006, kata dia, sejumlah bankir Bank Mandiri sudah dipakai di berbagai entitas bisnis sebagai tenaga profesional. Bahkan, banyak bank-bank kecil juga dipimpin mantan bankir Bank Mandiri. Artinya, sejak dulu bankir Bank Mandiri memiliki skill, kapabilitas dan integritas yang mumpuni untuk menjadi pimpinan di sebuah lembaga, baik di entitas perbankan maupun non bank. Sejatinya, kata Doddy, integritas dan kapablitas tersebut juga dimiliki oleh bankir BUMN lainnya."Ini kan kembali ke garis tangan person bankir itu sendiri. Kebetulan, memang lima bankir Bank Mandiri yang terpilih menjadi direksi BNI. Jadi kenapa mesti diributkan?" imbuh Mantan Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut. Selain itu, sambung Doddy, sejumlah mantan bankir Mandiri yang masuk ke sejumlah perusahaan pelat merah, juga tidak sepenuhnya mengawali karirnya di Bank Mandiri. Contohnya Pahala Mansyuri, Direktur Utama Bank BTN. Sebelumnya, Pahala juga pernah berkarir sebagai konsultan dan selanjutnya berkarir di Pertamina dan Garuda Indonesia. Beberapa bankir Mandiri yang menjadi petinggi di lembaga pemerintahan, juga tidak murni berkarir di Bank Mandiri. Mereka hanya berlabuh di Bank Mandiri selama beberapa tahun. Sebelumnya justru mereka berkiprah di lembaga keuangan swasta. Doddy mencontohkan mantan bankir Bank Mandiri yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN, yakni Budi Gunadi Sadikin dan Kartika Wirjoatmodjo. "Jadi jangan ada sentimen ke lembaga tempat mantan bankir itu berkarir sebelumnya. Seharusnya, rotasi ini bisa memacu bankir lain, agar bisa menjadi besar seperti bankir Bank Mandiri" tegas Doddy. BNI go global Lalu, apakah dengan masuknya bankir Bank Mandiri ke manajemen BNI akan mewujudkan rencana pemerintah untuk membawa BNI go global? Menurut Doddy, ada beberapa faktor untuk mencapai ke tujuan itu. Pertama, pencapaian bisnis perusahaan bukan hanya semata-mata berasal di pimpinan. Memang, seorang pemimpin yang akan men-drive tujuan organisasinya ke depan. Tapi, ada yang lebih penting lagi dari itu, yakni semua orang yang ada di organisasi tersebut mendukung atau tidak pencapaian yang dicanangkan oleh pimpinannya. Karena, kata dia, yang namanya manajemen hanya berisi sekitar 10-12 orang. Tapi, yang menjalankan bisnis seluruhnya adalah sumber daya manusia (SDM) atau karyawan yang ada di perusahaan tersebut. Kedua, bisa atau tidak strategi bisnis yang dijalankan itu inovatif atau mampu bersaing dengan yang lainnya. Sebab, perbankan merupakan salah satu industri yang kompetisinya sangat ketat. Ketiga, tepat atau tidaknya eksekusi kebijakan bisnis yang diambil manajemen untuk meraih laba perusahaan. Tentu, dalam hal ini faktor luck atau keberuntungan juga dalam menjalankan keputusan bisnis. Nah, kalau dilihat dari sisi manajerial para bankir Mandiri yang masuk ke BNI, Doddy optimistis, bank pimpinan Royke Tumilaar itu bisa melangkah lebih jauh lagi dari posisi saat ini. Alasannya, selain nama besar Bank Mandiri, rekam jejak Royke diyakini mampu membuat BNI mendapat kepercayaan dunia global. "Profil direktur utama baru di BNI adalah bankir yang telah berkarir di industri perbankan selama lebih dari 20 tahun. Kemampuannya tidak perlu diragukan lagi," tandas Doddy. Pendapat senada disampaikan Piter Abdullah, Direktur Riset Center on Reforma Economics. Dia menilai, pergantian manajemen di tubuh perusahaan BUMN memang hal yang lumrah. Sebagai pemegang saham, pemerintah memiliki kewenangan merombak susunan manajemen perusahaan BUMN. Hanya saja, Piter mengingatkan, menjadikan BNI untuk go global, bukanlah hal mudah. Banyak tantangan yang harus dilalui oleh perbankan nasional di luar negeri. Maklum, perbankan merupakan bisnis yang syarat regulasi. Jika masuk ke negara lain, bank kita harus mengikuti aturan main regulator di negara tujuan. Selain itu, secara sistem, perbankan di dalam negeri dinilai belum efisien secara operasional.
"Perbankan kita memang bisa mendapatkan keuntungan yang besar sekali di Indonesia karena didukung oleh sistem kebijakan yang unik," kata Piter kepada Kontan.co.id, Jumat (4/9). Kesulitan perbankan nasional bersaing di luar negeri, juga dikarenakan kebijakan suku bunga di Tanah Air yang terlalu tinggi dibandingkan negara lain. "Dengan suku bunga tinggi, bagaimana mau bersaing dengan bank lokal di luar negeri? Ini salah satu tantangan yang dihadapi oleh manajemen baru BNI untuk bisa mewujudkan go global," tutup Piter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan