Ini kata ekonom soal defisit anggaran



JAKARTA. Pemerintah ingin menjaga defisit anggaran dalam level yang sehat dan tidak melewati pagu. Meski asumsi rupiah akan dinaikkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015, pemerintah akan tetap menjaga defisit sesuai dengan target yang diinginkan.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, besaran defisit anggaran tidak perlu dipersoalkan pemerintah. Pasalnya, setiap tahun defisit anggaran selalu tidak mencapai target karena serapan belanja yang rendah. "Tahun lalu defisit hanya tercapai 1,6% dari target 2,5%," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Kamis (18/12).

Yang dirinya khawatirkan adalah pembiayaan melalui utang yang selalu terpenuhi sedangkan belanja tidak pernah maksimal. Ke depannya pemerintah perlu memperbaiki penyerapan belanja.


Pembiayaan melalui utang yang selalu terpenuhi sedangkan belanja yang tidak tercapai akan mengakibatkan utang yang telah digelontorkan pemerintah menjadi sia-sia. "Padahal utang itu harus terus dibayar oleh pemerintah setiap tahunnya," tandasnya.

Sebagai informasi, pemerintah mengubah asumsi rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 yang akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada awal tahun depan. Asumsi rupiah akan ditaruh pada level Rp 12.000-an.

Sebelumnya dalam APBN 2015, asumsi rupiah adalah Rp 11.900 per dollar Amerika Serikat (AS). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan rupiah yang dinaikkan dalam bujet anggaran tidak akan membuat defisit besar.

Defisit masih tetap bisa mengarah ke level 2% dari PDB. "Gara-gara rupiah yang naik cuma satu yaitu bunga cicilan," ujarnya di Jakarta, Kamis (18/12).

Mengenai beban pengeluaran pemerintah khususnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), ia mengakui anggaran subsidi BBM akan kecil sekali dalam RAPBN-P 2015. Penurunan itu diakibatkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000/liter yang telah dilakukan pemerintah. Asal tahu saja, defisit anggaran dalam APBN 2015 adalah 2,21% dari PDB atau Rp 245,9 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto