Ini Kata Kementerian BUMN Soal Proses Restrukturisasi Utang Waskita oleh Perbankan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang menumpuk PT Waskita Karya Tbk (WSKT) di perbankan disebut telah mencapai kata sepakat dalam proses restrukturisasinya. 

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo bilang mayoritas perbankan hampir menyepakati Master Restructuring Agreement (MRA) untuk memperpanjang jatuh tempo. Adapun, pembayaran pokok dan bunga dilakukan bertahap.

“Intinya akan kami perpanjang mungkin 10 tahun, mulai tahun 2023,” ujar Tiko, Senin (14/8).


Sementara itu, Tiko menyadari bahwa saat ini yang cukup menantang adalah negosiasi dengan pemegang obligasi terkait proses restrukturisasi ini. Harapannya, skema yang dilakukan sama dengan skema restrukturisasi di perbankan.

Baca Juga: Per Juli 2023, BNI telah memiliki lebih dari 177.000 BNI Agen46

Lebih lanjut, Tiko bilang dukungan pemerintah ini akan masuk melalui PT Hutama Karya (HK) untuk menyelesaikan proyek-proyek yang ada. Dimana, jika proyek-proyek tersebut selesai, akan ada uang yang masuk untuk WSKT.

“Sebagian cashflow akan masuk ke Waskita untuk pembayaran vendor atau keuangan,” ujar Tiko.

Sebagai informasi, saat ini ada proyek-proyek tol yang perlu diselesaikan oleh WSKT sebelum dilakukan divestasi. Dalam hal ini, proyek tol yang dimaksud antara lain Tol Becakayu, Tol Bocimi dan Tol Kapalbetung.

“Tiga tol yang diselesaikan oleh HK, tapi Bocimi ada penawaran dari SMI, jadi mungkin SMI yang masuk. yang penting proyek tol Waskita ini selesai,” ujarnya.

Per 30 Juni 2023, total liabilitas WSKT tercatat senilai Rp 84,31 triliun atau naik dari posisi akhir tahun 2022 senilai Rp 83,9 triliun. Sementara, utang bank terhadap bank jangka panjang WSKT senilai Rp 46,2 triliun, artinya berkontribusi 54,8% dari total liabilitas.

Jika dirinci, bank-bank yang memiliki portofolio utang jangka panjang WSKT ini didominasi oleh bank pelat merah senilai Rp 27,6 triliun. Lalu, bank-bank yang non BUMN menanggung sisanya yang senilai Rp 18,6 triliun.

Utang yang berasal dari bank-bank BUMN itu terdiri dua bagian, yakni berdasarkan utang langsung dari induk perusahaan dan utang yang berasal dari entitas anak. Utang langsung dari induk perusahaan Bank BUMN juga terbagi menjadi dua, yaitu perjanjian restrukturisasi induk dan sindikasi modal kerja.  

Untuk perjanjian restrukturisasi induk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menjadi kreditur paling besar dengan nilai Rp 7,5 triliun. Disusul oleh Bank Mandiri yang senilai Rp 4,6 triliun dan Bank Rakyat Indonesia senilai Rp 2,7 triliun. 

Baca Juga: OJK Masih Tunggu Aturan Pemerintah Terkait Hapus Buku Kredit UMKM di Bank BUMN

Untuk sindikasi modal kerja, Bank Mandiri menempati posisi pertama kreditur terbesar senilai Rp 3,39 triliun. Kedua, BRI yang memberikan pinjaman sebesar Rp 1,19 triliun. Ketiga, BNI dengan pinjaman sebesar Rp312,86 miliar.

Sebelumnya, Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengungkapkan bahwa memang pihaknya masih dalam penyiapan skema restrukturisasi bersama dengan pemberi pinjaman lainnya. Paralel dengan proses tersebut, Okki bilang BNI juga sudah meningkatkan penyisihan pencadangan terhadap dua debitur tersebut.

“Hingga mencapai 54% terhadap total eksposur kedua debitur per Juni 2023,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi