Ini kata pengusaha jalan tol soal RPP kemudahan berusaha bagi pelaksanaan PSN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Jokowi telah menandatangani beleid Omnibus Law Cipta Kerja yang diundangkan menjadi UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu yang diatur dalam beleid itu adalah kemudahan proyek strategis nasional.

Seperti diketahui, Pemerintah tengah menyusun aturan turunan UU cipta kerja yakni Racangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan/atau Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres). Salah satu yang sedang disusun adalah RPP tentang kemudahan berusaha bagi pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN).

Sekjen Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono menilai, pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal dalam menyusun RPP tentang kemudahan berusaha bagi pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN).

Baca Juga: Bertemu Jokowi, Komnas HAM bahas penyelesaian kasus konflik agraria

Pertama, seyoganya semua proyek PSN diawali dengan tahapan konsultasi publik di awal (pre-public consultation). Konsultasi publik ini dimaksudkan untuk menyampaikan keputusan politik pemerintah perlunya proyek PSN tersebut.

Konsultasi publik tersebut diantaranya terkait alasan adanya proyek PSN itu perlu dilakukan dibandingkan dengan proyek lainnya, model bisnis yang digunakan seperti APBN/APBD, KPBU, Limited Concession System (LCS) atau lainnya. Komunikasi publik ini perlu dilakukan supaya terciptanya public engagement yang kuat akan PSN tersebut dari awal.

“Dalam perspektif ini adalah menyelesaikan antecedent proyek sedari awal. Hambatan yang terjadi saat ini (misalnya) penolakan Pemda, penolakan publik dan unsur masyarakat lain, adalah disebabkan oleh tidak tuntasnya penyelesaian atas antecedent proyek tersebut,” kata Ade kepada Kontan, Senin (16/11).

Kedua, dalam tahapan perencanaan proyek, walaupun dimungkinkan adanya inisiator atau pemrakarsa proyek (un-solicited), seyoganya pemerintah/Kementrian/lembaga/Pemda memiliki perencanaan induk (master plan) yang terintegrasi dan tersusun secara detail. Apabila, pemerintah mau menawarkan proyek inisiasi kepada pihak lain, adalah lebih kepada penjabaran dari rencana induk tersebut dan bukan semata-mata usulan baru dari para pemrakarsa proyek.

“Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya moral hazard atas kemungkinan munculnya petualang proyek di publik,” ujar dia.

Baca Juga: LPDB telah salurkan dana bergulir senilai Rp 11,97 triliun hingga November

Ade mengatakan, tahapan perencanaan proyek semestinya bukan hanya yang terkait dengan perencanaan teknikal seperti Basic Design, Detail Engineering Design, Amdal, dan lainnya. Akan tetapi, juga perencanaan model bisnis yang akan digunakan dan kelayakannya.

Apabila ada rencana bisnis (business plan) yang akan diperjanjikan, seyogyanya sudah mengakomodasikan adanya distribusi risiko, insentif fiskal maupun moneter. Misalnya adanya tax holiday, masa manfaat loss carried forward tax, model amortisasi asset konsesi, dan hal lain selain hal-hal deskriptif dan normatif lainnya.

Editor: Tendi Mahadi