Ini Katalis Pendorong Penguatan Harga Minyak Dunia di Akhir Pekan Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada penutupan pekan ini, harga minyak terpantau bergerak naik. Sejumlah sentimen utama antara lain menguatnya potensi serangan balasan Iran terhadap Israel, data positif ekonomi China, dan rencana Rusia untuk menangguhkan pencabutan larangan ekspor bensin pada bulan November.

Berdasarkan data Trading Economics, harga minyak WTI naik 1,96% ke US$ 70,60 per barel pada Jumat (1/11) pukul 12.15 WIB. Lalu minyak Brent naik 1,85% ke US$ 74,15 per barel.

Research and Development ICDX, Yoga Girta menuturkan bahwa sebuah laporan dari intelijen Israel menunjukkan Iran sedang bersiap menyerang dari wilayah Irak dalam beberapa hari mendatang. Lalu, sinyal membaiknya pertumbuhan ekonomi China semakin menguat dilihat dari rilisnya data ekonomi terbaru negara importir minyak terbesar pertama dunia itu.


Baca Juga: Harga Minyak Dunia Memanas, Iran Bersiap Serang Israel

Biro Statistik Nasional merilis laporan yang menunjukkan ekspansi aktivitas manufaktur China untuk pertama kalinya pada bulan Oktober. Kemudian data dari survei swasta menunjukkan aktivitas pabrik dan harga rumah baru mengalami pertumbuhan pada bulan Oktober.

Sentimen positif lainnya datang dari keputusan Kementerian Energi Rusia yang menangguhkan rencana untuk mencabut larang ekspor bensin pada bulan November karena perbaikan kilang yang sedang berlangsung dan harga eceran yang tinggi.

Badan statistik Rusia Rosstat melaporkan kenaikan 0,18% dalam harga eceran bensin selama seminggu terakhir, dan kenaikan tahunan menjadi 7,23%.

"Situasi ini akan membuat potensi pencabutan larangan pada bulan Desember juga menjadi semakin tidak mungkin, dengan beberapa pihak di pasar juga menyarankan bahwa larangan tersebut dapat diperpanjang hingga awal tahun 2025," tulisnya dalam riset, Jumat (1/11).

Baca Juga: Harga Minyak Naik Seiring Meningkatnya Permintaan Bahan Bakar dan Putusan OPEC+

Di sisi lain, proyeksi pesimis IMF membatasi pergerakan harga lebih lanjut. IMF memperingatkan risiko terhadap prospek ekonomi Asia semakin menguat seiring dengan meningkatnya ketegangan perdagangan, masalah sektor properti China, dan potensi turbulensi pasar lebih lanjut.

IMF menambahkan bahwa risiko tersebut membuat pertumbuhan condong ke sisi negatif, sehingga mendesak China untuk mengambil langkah-langkah stimulus yang diperlukan guna mencapai pemulihan ekonomi.

Diproyeksikan ekonomi Asia akan tumbuh 4,6% pada tahun 2024 dan 4,4% pada tahun 2025, atau direvisi naik sebesar 0,1% dari estimasi IMF bulan April, namun pertumbuhan tersebut lebih rendah dari ekspansi 5% pada tahun 2023.

Melihat dari sudut pandang teknis, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$ 73 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$ 68 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih