Ini kesepakatan mengenai grasi dan PK



JAKARTA. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, kementeriannya beserta Kejaksaan Agung dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan telah menandatangani kesepakatan mengenai pengajuan peninjauan kembali dan grasi. Kesepakatan tersebut merupakan hasil tinjauan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 yang menyatakan peninjauan kembali dapat diajukan lebih dari sekali.

Menurut Yasonna, perlu dibentuk peraturan baru yang mengatur mekanisme pengajuan permohonan PK terkait novum (bukti baru), pembatasan waktu, serta cara pengajuannya.

"Menindaklanjuti putusan MK tersebut, masih diperlukan peraturan pelaksanaan secepatnya tentang pengajuan permohonan PK menyangkut pengertian novum, pembatasan waktu, dan tata cara pengajuan MK," ujar Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (9/1).


Dalam poin berikutnya, kata Yasonna, sebelum ada ketentuan pelaksanaan pada poin dua, terpidana belum dapat mengajukan PK berikutnya. Selain itu, dalam poin ketiga, dinyatakan bahwa pemerintah tidak memberikan toleransi terhadap terpidana yang grasinya ditolak oleh presiden.

"Bagi terpidana mati yang ditolak permohonan grasinya oleh presiden, eksekusi tetap dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku," kata Yasonna.

Surat keputusan tersebut ditandatangani bersama oleh Yasonna selaku Menkumham, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno. Pertemuan tersebut turut dihadiri Wakil Komnas HAM Siane Indriani, Hakim Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, Dirjen Pemasyarakatan Handoyo Sudrajat, Dirjen Administrasi Hukum Umum Harkristuti Harkrisnowo, Direktur Penuntutan KPK Ranu Mihardja, dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Suhardi Alius. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie