KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menggelar tax amnesty jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Ada bermacam tarif yang ditawarkan pemerintah dalam program pengampunan pajak kali ini. Dalam hal ini, pemerintah membagi dua skema PPS. Pertama, kebijakan I yakni untuk wajib pajak (WP) peserta tax amnesty 2016/2017 lalu yang belum mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 saat mengikuti pengampunan pajak kala itu. Kebijakan ini berlaku untuk WP Badan maupun WP orang pribadi. Kedua, kebijakan II yakni untuk WP orang pribadi atas harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020.
Adapun tarif pajak penghasilan (PPh) yang ditawarkan oleh pemerintah dalam PPS berkisar 6%-11% untuk kebijakan I dan 12%-18% untuk kebijakan II. Tarif tersebut lebih rendah daripada tarif PPh orang pribadi tertinggi yang tahun depan sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar per tahun sebagaimana dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Baca Juga: Ingin Ikut Tax Amnesty Jilid II? Begini Caranya Lebih lanjut, untuk peserta kebijakan I PPS apabila ingin mendapatkan tarif terendah yakni 6%, dan bagi peserta kebijakan II sebesar 12%, maka WP terkait harus merepatriasi harta yang berada di luar negeri dan harta deklarasi dalam negeri diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi sumber daya alam (SDA), dan renewable energy. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan ada dua ketentuan dana repatriasi dalam PPS. Pertama, repatriasi atau pengalihan harta ke Indonesia dilakukan paling lambat 30 September 2022 melalui bank. Kedua, harta bersih yang dialihkan ke Indonesia tidak dapat dialihkan ke luar wilayah Indonesia dengan holding periode selama 5 tahun, terhitung sejak Surat Keterangan diterbitkan. Ketentuan ini berlaku pula untuk aset deklarasi dalam negeri. Sementara itu, untuk ketentuan investasi hilirisasi SDA, dan renewable energy dapat dilakukan dalam bentuk pendirian usaha baru atau penyertaan modal. Lalu, untuk investasi SBN dilakukan di pasar perdana dengan mekanisme private placement melalui dealer Utama dengan menunjukkan Surat Keterangan, dan investasi dilakukan paling lambat 30 September 2023. Selain itu, investasi dilakukan paling singkat lima tahun sejak diinvestasikan, investasi dapat dipindahkan ke bentuk lain setelah minimal dua tahun. Kemudian, perpindahan antar investasi maksimal dua kali dengan maksimal satu kali perpindahan dalam satu tahun kalender.
Baca Juga: Ini Wajib Pajak Pribadi yang Tidak Bisa Mengikuti PPS atau Tax Amnesty Jilid II Perpindahan investasi diberikan maksimal jeda dua tahun. Jeda waktu perpindahan antarinvestasi menangguhkan holding period 5 tahun. Terakhir, peserta PPS dengan komitmen repatriasi dan/atau investasi wajib menyampaikan laporan realisasi investasi melalui laman DJP paling lambat saat berakhirnya batas penyampaian SPT Tahunan. “PPS diselenggarakan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP sebelum penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan data ILAP yang dimiliki DJP,” ungkap Neilmaldrin, Senin (27/12). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi