Ini konsekuensi jika BBM naik jadi Rp 6500 seliter



JAKARTA. Kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah tak serta merta menghapus kebijakan subsidi secara total kepada masyarakat kecil atau kelas menengah atas.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pemerintah masih memberikan subsidi BBM untuk masyarakat kelas menengah atas sebesar Rp 3.000 per liter.

Jika harga BBM bersubsidi untuk sektor kendaraan pribadi dibanderol Rp 6.500 per liter, maka ada subsidi Rp 3000 dari harga keekonomian senilai Rp 9.500 per liter. “Jadi kelompok menengah atas masih disubsidi Rp 3.000," ujar Jero di Kantor Presiden, Rabu (17/4).


Jero mengatakan, sebenarnya banyak yang mengusulkan agar harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 9.500 saja. Tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa tidak enak karena terlalu besar risikonya kepada masyarakat.

"Jadi presiden tidak setuju," terang Jero. Tapi kalau harga BBM tidak naik sama sekali, itu juga bisa menjadi beban bagi keuangan pemerintah. Sebab, pemerintah pasti akan merogoh kocek lebih dalam untuk menyubsidi BBM.

Jero bilang, dengan harga Rp 6.500 per liter, pihaknya bisa bisa menghitung konsekuensinya. Salah satunya adalah membuat dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Cara ini dinilai paling kecil risikonya, ketimbang menyatukan SPBU antara BBM bersubsidi dengan harga Rp 4.5000 dan BBM bersubsidi dengan harga Rp 6.500.

Selain itu, pemerintah juga melihat adanya pengaruh kepada inflasi walaupun tak terlalu tinggi. Bagi masyarakat miskin, pemerintah juga sudah merencanakan untuk memberikan kompensasi tambahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri