JAKARTA. Ombudsman RI akhirnya merilis hasil temuannya terhadap pengaduan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMA tahun 2013. Menurut komisioner ombudsman bidang penyelesaian laporan atau pengaduan masyarakat Budi Santosa, dari hasil pengecekan di 154 sekolah yang dilakukan, masalah yang ada didomininasi oleh persoalan keterlambatan pendistribusian naskah soal."Keterlambatan pendistribusian naskah soal UN menjadi persoalan yang paling sering muncul yaitu sekitar 25,97%," kata Budi dalam keterangan persnya di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (7/5).Budi mengatakan, meski hanya melakukan pengecekan di tujuh wilayah di Indonesia, tetapi persoalan keterlambatan yang ditemuinya banyak terjadi di wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur sebesar 52,5%, Sulteng 32,5% dan Nusa Tenggara Barat 10%. Sayangnya, ia enggan untuk menjelaskan alasan keterlambatan tersebut. Menurutnya, dalam hal keterlambatan pihak percetakan tidak bisa langsung disalahkan begitu saja, karena memang ada beberapa persoalan awal dari pihak percetakan."Contohnya PT Ghalia yang menangani 11 provinsi dipaksa menyelesaikan dalam waktu 25 hari padahal sudah meminta waktu selama 60 hari," urainya.Kemudian persoalan paling banyak terjadi yaitu mengenai kekurangan soal dan pungutan biaya yang sama-sama berada di kisaran 18,18%. Kata Budi, meskipun sudah jelas dinyatakan biaya UN ditanggung negara tapi dalam pelaksanaanya ditemukan pungutan terhadap siswa yang disebut sebagai iuran gotong royong. Dia memberi contoh, di wilayah Jawa Barat ditemukan pungutan sebesar Rp 15 ribu untuk setiap siswanya.Tak hanya itu, persoalan buruknya kualitas kertas soal dan lembar jawaban UN juga banyak ditemukan yaitu sekitar 16,88%. Budi mencontohkan lembar jawaban yang seharusnya memiliki berat 100 gram mengalami penyusutan hanya sekitar 50-60 gram. Kata dia, hal itu juga mempengaruhi kondisi mental siswa yang menjadi peserta UN."Mereka takut kalau robek tidak bisa dipindai dan dinyatakan tidak sah," imbuhnya.Lanjut Budi, ombudsman juga menemukan adanya indikasi kebocoran soal/kunci jawaban UN 2013 sebesar 9,74%, tertukarnya soal UN sebesar 6,49% hingga rusaknya kardus naskah dan paket soal UN sebesar 1,30%. Menurutnya dengan hasil temuan demikian, ia meminta agar Mendikbud M. Nuh segera mengumumkan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim inspektorat jenderal Kemendibud. Kata dia, tak perlu menunggu dilaporkan ke Presiden hasil inspektorat tersebut dapat disampaikan ke publik."Semakin cepat diumumkan akan semakin baik tapi kalau semakin lama akan menimbulkan kecurigaan ada sesuatu yang disembunyikan," tegasnya.Seperti diketahui, pelaksanaan UN untuk SMA/MA/SMK di 11 provinsi sempat mengalami penundaan selama tiga hari dari hari yang telah dijadwalkan. Kesebelas provinsi yang terkena penundaan itu adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pihak Kemendikbud berasalan batalnya UN serentak itu terjadi karena ada perusahaan pencetak soal UN belum menyelesaikan pekerjaannya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ini masalah UN hasil investigasi Ombudsman RI
JAKARTA. Ombudsman RI akhirnya merilis hasil temuannya terhadap pengaduan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMA tahun 2013. Menurut komisioner ombudsman bidang penyelesaian laporan atau pengaduan masyarakat Budi Santosa, dari hasil pengecekan di 154 sekolah yang dilakukan, masalah yang ada didomininasi oleh persoalan keterlambatan pendistribusian naskah soal."Keterlambatan pendistribusian naskah soal UN menjadi persoalan yang paling sering muncul yaitu sekitar 25,97%," kata Budi dalam keterangan persnya di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (7/5).Budi mengatakan, meski hanya melakukan pengecekan di tujuh wilayah di Indonesia, tetapi persoalan keterlambatan yang ditemuinya banyak terjadi di wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur sebesar 52,5%, Sulteng 32,5% dan Nusa Tenggara Barat 10%. Sayangnya, ia enggan untuk menjelaskan alasan keterlambatan tersebut. Menurutnya, dalam hal keterlambatan pihak percetakan tidak bisa langsung disalahkan begitu saja, karena memang ada beberapa persoalan awal dari pihak percetakan."Contohnya PT Ghalia yang menangani 11 provinsi dipaksa menyelesaikan dalam waktu 25 hari padahal sudah meminta waktu selama 60 hari," urainya.Kemudian persoalan paling banyak terjadi yaitu mengenai kekurangan soal dan pungutan biaya yang sama-sama berada di kisaran 18,18%. Kata Budi, meskipun sudah jelas dinyatakan biaya UN ditanggung negara tapi dalam pelaksanaanya ditemukan pungutan terhadap siswa yang disebut sebagai iuran gotong royong. Dia memberi contoh, di wilayah Jawa Barat ditemukan pungutan sebesar Rp 15 ribu untuk setiap siswanya.Tak hanya itu, persoalan buruknya kualitas kertas soal dan lembar jawaban UN juga banyak ditemukan yaitu sekitar 16,88%. Budi mencontohkan lembar jawaban yang seharusnya memiliki berat 100 gram mengalami penyusutan hanya sekitar 50-60 gram. Kata dia, hal itu juga mempengaruhi kondisi mental siswa yang menjadi peserta UN."Mereka takut kalau robek tidak bisa dipindai dan dinyatakan tidak sah," imbuhnya.Lanjut Budi, ombudsman juga menemukan adanya indikasi kebocoran soal/kunci jawaban UN 2013 sebesar 9,74%, tertukarnya soal UN sebesar 6,49% hingga rusaknya kardus naskah dan paket soal UN sebesar 1,30%. Menurutnya dengan hasil temuan demikian, ia meminta agar Mendikbud M. Nuh segera mengumumkan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim inspektorat jenderal Kemendibud. Kata dia, tak perlu menunggu dilaporkan ke Presiden hasil inspektorat tersebut dapat disampaikan ke publik."Semakin cepat diumumkan akan semakin baik tapi kalau semakin lama akan menimbulkan kecurigaan ada sesuatu yang disembunyikan," tegasnya.Seperti diketahui, pelaksanaan UN untuk SMA/MA/SMK di 11 provinsi sempat mengalami penundaan selama tiga hari dari hari yang telah dijadwalkan. Kesebelas provinsi yang terkena penundaan itu adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pihak Kemendikbud berasalan batalnya UN serentak itu terjadi karena ada perusahaan pencetak soal UN belum menyelesaikan pekerjaannya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News