KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Stimulus China turut berdampak positif bagi pergerakan mata uang kawasan Asia. Upaya China menggenjot perekonomian telah membangkitkan optimisme pasar keuangan Asia. Sebelumnya, Pemerintah China telah menggelontorkan stimulus yang mencakup penurunan suku bunga menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,7%, serta penurunan giro wajib minimum perbankan sebesar 50 basis poin (bps) untuk meningkatkan likuiditas. Pemerintah China juga memberikan tambahan likuiditas senilai US$ 114 miliar untuk pasar saham, relaksasi KPR senilai total US$ 5,2 triliun, dan kemudahan aturan pembelian rumah kedua dengan penurunan DP menjadi 15% dari sebelumnya 25%.
Baca Juga: Simak Kurs Dollar-Rupiah di Bank Mandiri pada Selasa (1/10), Pantau Informasi Valas Selain itu, China berencana menerbitkan obligasi khusus senilai sekitar 2 triliun yuan (US$ 284,43 miliar) tahun ini sebagai bagian dari stimulus fiskal baru. Research & Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf Alwi Assegaf memandang, stimulus yang digelontorkan Pemerintah China tentunya berdampak positif bagi pasar Asia. Stimulus tersebut telah mengurangi kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi di negara tirai bambu tersebut. Pemerintah China sebelumnya sudah beberapa kali berupaya untuk keluar dari zona deflasi. Dan kali ini langkah mereka memberikan stimulus jumbo diantaranya memangkas suku bunga acuan, rencana pangkas suku bunga hipotek dan penerbitan utang negara khusus. "Stimulus China membuat mata uang
emerging market cenderung menguat. Itu karena respons kebijakan China tersebut yang diharapkan membangkitkan ekonomi dan kemudian merembet kepada kawasan regional," jelas Alwi kepada kontan.co.id, Selasa (1/10). Alwi menyebutkan, mata uang kawasan Asia pastinya bakal diuntungkan langkah stimulus ekonomi China tersebut guna memompa perekonomian. Dimana, mata uang paling diuntungkan langkah stimulus yakni Chinese Yuan (CNY) itu sendiri karena didukung aliran dana asing. Aliran dana asing ditengarai saat ini sedang ramai berpindah ke bursa saham China. Ini tercermin dari pergerakan indeks di China, yaitu Shanghai Composite Index (SSEC) yang melonjak lebih dari 5% dalam sehari.
Baca Juga: Likuiditas Valas Perbankan Melonggar, Ini Pendorongnya Selain Yuan, Alwi melanjutkan, Japanese Yen (JPY) mungkin juga terdampak paket stimulus dari China. Namun efek stimulus tersebut lebih kecil pengaruhnya dibandingkan sentimen dari dalam negeri yakni kemenangan Shigeru Ishiba menjadi Perdana Menteri (PM) Jepang. Yen Jepang diproyeksi bakal terus kuat karena pasar mengantisipasi kebijakan moneter ketat akan dijalankan oleh Ishiba. Bila itu terjadi, maka jarak bunga bank sentral Jepang (BoJ) akan semakin menyempit dengan Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan terus memangkas suku bunga ke depannya. "Selisih suku bunga antara The Fed dan BoJ semakin menyempit, sehingga membuat suku bunga Fed tidak menarik lagi. Karena bagi Jepang mereka lebih untung berinvestasi membeli obligasi dalam negeri daripada obligasi AS," ujar Alwi. Alwi menambahkan, Yen Jepang juga kemungkinan bakal menjadi perburuan sebagai mata uang
safe haven pengganti dolar AS. Konflik geopolitik Timur Tengah yang masih berlanjut diperkirakan bakal mendorong investor berlindung di balik JPY karena memiliki prospek penguatan. Dolar AS (USD) sendiri diperkirakan masih akan terpuruk karena pemangkasan suku bunga di September lalu hanyalah permulaan. Konsensus pasar memperkirakan bank sentral AS mungkin bakal pangkas lagi suku bunga sebesar 100 bps untuk akhir tahun ini. Selain CNY dan JPY, Alwi menuturkan bahwa Indonesian Rupiah (IDR) dan Singapore Dollar (SGD) menarik untuk dicermati ke depannya. Kedua mata uang asia tenggara tersebut punya prospek positif berkat stimulus China dan kebijakan pemotongan suku bunga Fed yang diproyeksi berlanjut hingga tahun depan.
Baca Juga: Luncurkan Central Counterparty, BI Bidik Transaksi Repo Capai Rp 30 Triliun Alwi memproyeksi, CNY masih berpotensi lanjutkan penguatan ke level kisaran 6.80000, yang sebelumnya sempat berada di level support 6.96700. Proyeksi ini karena mempertimbangkan dolar AS masih dalam tren
bearish atau melemah. Untuk JPY kemungkinan akan kembali menguji level 139.000. JPY tidak menutup kemungkinan akan berada di bawah level tersebut yang tepatnya bisa ke level 137,290 di akhir tahun 2024 atau awal tahun 2025.
Sementara itu, IDR juga sudah mulai menjauh dari level kritisnya dan sekarang berada di kisaran level Rp 15.159 per dolar AS. Nilai tukar rupiah tidak menutup kemungkinan bakal ke bawah 15.000 dengan support kuat di kisaran Rp 14.800 per dolar AS di akhir tahun. SGD juga tak kalah menarik prospeknya karena baru-baru ini mencapai level terendah dalam 7 tahun terakhir yang sekarang di level kisaran 1.2800. Dolar Singapura berpotensi akan terus menguat, bahkan bisa mencapai level 1.2690. "Jadi bisa kita lihat bahwa isu pemangkasan suku bunga Fed menjadi dorongan positif bagi mata uang Asia yang ditambah dengan stimulus dari China," pungkas Alwi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi