KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) menjadi primadona di tengah tekanan mata uang dunia. Kebijakan
higher for longer bank sentral AS Federal Reserve terkait suku bunga dan konflik di Timur Tengah yang masih memanas mengangkat nilai mata uang Negeri Paman Sam ini. Kendati begitu, berdasarkan
Trading Economics, pada Rabu (19/6) pukul 20.10 WIB, indeks dolar tercatat turun tipis 0,05% ke level 105,20. Dalam sepekan, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia ini melemah 0,28% dan sebulan terakhir menguat 0,57%. Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menuturkan, hampir semua mata uang Asia terdampak besar di tengah penguatan dolar AS.
Menurut dia, prospek dolar AS masih tetap menarik, meskipun indeks dolar sedang turun. Sebab, selain didukung oleh tingkat suku bunga yang tinggi, dolar juga adalah mata uang
safe haven utama. Baca Juga: Rupiah Menggantung di Atas Level Rp 16.300, Ini Emiten yang Tertekan dan Untung “Dolar AS ibaratnya
safe haven dengan citarasa emerging currency, aman, namun imbal tinggi. Penurunan indeks dolar AS saya prediksi hanya sementara,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (19/9). Dengan perkembangan akhir-akhir ini, Lukman menyebutkan bahwa selain dolar AS,
safe haven lainnya atau mata uang yang relatif lebih dapat bertahan adalah yuan China (CNY) dan dolar Singapura (SGD), walaupun keduanya memiliki yield yang lebih rendah. Lukman mengatakan, SGD dapat dikoleksi karena Singapura memiliki cadangan devisa dan
current account yang sangat kuat
. Ditambah, bank sentral Singapura bisa mendikte arah mata uang yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi mereka. Baca Juga: Rupiah Kembali Menguat ke Rp 16.365, Simak Proyeksi Untuk Kamis (20/6) Sedangkan China, juga memiliki kemampuan mengatur nilai tukar dan senantiasa menjaga volatilitas. Dengan begitu, dia menilai, bagi investor yang defensif maka kedua mata uang tersebut akan
memiliki performa atau kinerja yang lebih baik dalam beberapa bulan ke depan. Bukan artinya kedua mata uang akan menguat terhadap dolar AS. “Akan tetapi, jika prospek pemangkasan suku bunga oleh the Fed sudah mulai naik, maka mata uang
emerging seperti MYR, IDR, dan PHP yang selama ini tertekan oleh kebijakan the Fed, justru akan menguat lebih signifikan, dan juga tentunya JPY,” imbuh dia. Lukman mengatakan, dengan asumsi dolar AS yang masih kuat, SGD dan CNY bisa menjadi pilihan. Lukman pun memprediksi, pada akhir tahun 2024, CNY akan berkisar 7,15-7,20 per dolar AS. Sedangkan SGD diproyeksi akan berada di kisaran 1,335-1,345 per dolar pada akhir tahun ini.
Baca Juga: Dolar AS Perkasa, Sektor Konstruksi dan Infrastruktur Terkulai Selaras dengan hal ini, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, mata uang Asia yang bisa dikoleksi di tengah penguatan dolar AS yaitu SGD, CHF, dan IDR atau rupiah. Hal ini seiring dengan masih menariknya ketiga mata uang tersebut. “Untuk prospek CHF memang masih akan tergantung pada eskalasi tensi dan perang di Timur Tengah,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Rabu (19/6).
Sedangkan rupiah, Ibrahim bilang, termasuk valas Asia yang masih bagus dan dapat dikoleksi di tengah menguatnya dolar AS. Karena jika dilihat secara global, pelemahan mata uang rupiah masih cukup bagus dibandingkan dengan mata uang negara lainnya. Artinya, meskipun Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi, cadangan devisa Indonesia masih besar. Ibrahim mengatakan, kalau kemungkinan besar bank sentral AS menurunkan suku bunga lebih dari satu sekali, indeks dolar melemah atau jatuh. “Pelemahan ini dapat dimanfaatkan oleh mata uang Eropa atau mata uang Asia untuk kembali ke penguatan yang lebih signifikan,” kata Ibrahim. Ibrahim pun memproyeksi, di akhir tahun 2024, USD/IDR akan berkisar Rp 15.800. Kemudian USD/SGD akan berada di level 1,3570 dan USD/CNH akan berada di posisi 7,364. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati