JAKARTA. Presiden terpilih Joko Widodo tengah mengkaji rencana pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dua alternatif waktu kenaikan harga BBM sedang digodok, dalam satu deret pilihan bersama skenario besaran kenaikan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi energi. "Alangkah baiknya (subsidi BBM dikurangi) sebelum (saya dilantik jadi presiden)," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, Senin (25/8/2014), soal waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Alternatif pertama soal waktu untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, sebut Jokowi, adalah satu penggal waktu pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan pada periode pemerintahan Jokowi. Adapun alternatif kedua, harga bensin naik setelah Jokowi dilantik menjadi presiden.
Jokowi mengaku belum bisa memprediksi berapa besaran subsidi BBM yang akan dikurangi. Dia mengatakan besaran pengurangan subsidi dalam rupa kenaikan harga BBM itu tengah dia kaji bersama tim transisinya. Namun, Jokowi menegaskan, angka subsidi BBM yang mencapai Rp 363,53 triliun terlalu membebani rancangan anggaran pendapatan dan belanja (RAPBN) 2015. Dia pun berencana membawa hasil kajian timnya soal BBM ini dalam pertemuannya dengan Presiden SBY, di Bali, Rabu (27/8). Menurut Jokowi, alangkah baiknya bila subsidi dialihkan ke sektor lain yang dapat bermanfaat bagi rakyat miskin. Jokowi menyebutkan beberapa unit usaha yang bakal dijadikan sasaran pengalihan subsidi. Di antara sasaran tersebut adalah usaha kecil di kampung-kampung, menambah subsidi pupuk dan pestisida bagi petani, menambah subsidi solar, hingga modernisasi mesin kapal nelayan. Jokowi pun berjanji menjalankan program-program "pengalihan" subsidi BBM itu secara tepat sasaran. Pilah-pilih skenario untuk BBM Bersubsidi Salah satu Deputi tim transisi, Andi Widjajanto, mengatakan, pembahasan pengurangan subsidi BBM terakhir dibahas pada Minggu (24/8). Hasto Kristianto, deputi lain yang membidangi APBN, kata Andi, memaparkan beragam skenario terkait subsidi BBM ini. Skenario pertama, subsidi BBM tak dikurangi atau harga bensin tetap. Andi mengatakan, skenario tersebut memunculkan prediksi kuota BBM bersubsidi jebol pada akhir November dan Desember 2015. Pada periode November hingga Desember, ujar Andi, tren tingkat konsumsi BBM selalu tinggi. Dengan skenario pertama ini, Pemerintah pun tak akan lagi punya dana untuk memberikan subsidi BBM pada Januari 2015. Adapun skenario kedua, lanjut Andi, Hasto memaparkan kenaikan harga BBM dengan beberapa kemungkinan. Pilihannya adalah kenaikan harga dari Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500, hingga Rp 3.000 per liter BBM bersubsidi. Masing-masing kenaikan harga tersebut, kata dia, disimulasikan oleh tim transisi. Dari kalkulasi sementara, ujar Andi, menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.000 saja sudah akan mengurangi subsidi Rp 48 triliun hingga Rp 52 triliun. Jika kenaikan mencapai Rp 3.000 per liter BBM subsidi, tutur dia, beban subsidi diperkirakan berkurang Rp 100 triliun. Skenario ketiga, yakni menaikkan harga bensin secara bertahap, dimulai pada masa pemerintahan Presiden SBY dan dilanjutkan pada era pemerintahan Jokowi. Skenario keempat, kenaikan harga hanya akan dilakukan setelah Jokowi dilantik menjadi presiden. "Dengan simulasi ini, kami hitung inflasinya berapa, kenaikan angka masyarakat miskin berapa banyak, dan yang paling penting berapa uang yang dibutuhkan untuk pos jaminan sosial masyarakat sebagai dampak kenaikan BBM itu," ujar Andi. Lobi SBY
Pengurangan subsidi BBM demi kelancaran program kerakyatan, menurut Andi, adalah keniscayaan, cuma soal waktu. Hanya saja, Jokowi ingin membagi kebijakan yang penuh risiko sosial tersebut dengan pemerintahan SBY. Oleh sebab itu, Jokowi minta kajian itu diperdalam oleh tim transisi sebagai bahan lobi ke SBY. "Supaya nanti pas bertemu dengan Pak SBY, Pak Jokowi dan JK punya dasar pemikiran yang kuat bahwa beban pengurangan subsidi harus dibagi di pemerintahan SBY dan Jokowi," ujar Andi. Deputi lain di tim transisi Jokowi, Akbar Faizal, menambahkan, mereka berharap Presiden SBY mau mengambil risiko menaikkan harga BBM sebelum masa baktinya berakhir. (Fabian Januarius Kuwado) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia