Ini Memang Zaman Harga Pangan Mahal



Masyarakat seperti­nya belum bisa bernafas lega sampai hari ini. Tekanan kenaik­an harga makanan terus akan mencekik sampai pertengahan tahun ini. Maklum, jurus pe­ngendalian harga yang berlaku awal Februari 2008 belum am­puh untuk menurunkan harga. Komoditas pangan pokok seper­ti minyak goreng dan tepung te­rigu tetap naik harganya. Harga minyak goreng curah di pasaran naik menjadi Rp 12.000 dari kisaran Rp 10.000 per kilo­gram. Gandum naik dari kisaran Rp 6.900 menjadi Rp 7.000 per kilogram. Sedangkan harga telur naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 11.000 per kilogram. Harga ke­delai naik dari Rp 6.700 menjadi Rp 6.960 per kilogram di tingkat pengrajin tahu tempe. Hanya komoditas beras yang turun, dari Rp 5.105 pada Janua­ri 2008 menjadi Rp 5.050 per kg pada akhir Februari ini.

Subsidi kedelai agar dipercepat

Kenaikan harga makanan ini, selain memberatkan masyara­kat kelas menengah bawah, juga bakal berdampak bagi inflasi di bulan Februari. Seperti Anda tahu, pengaruh harga beras ter­hadap inflasi bulanan sebesar 25%, sedangkan kelompok ma­kanan jadi dan minuman me­nyumbang 20% inflasi. "Jika harga gandum naik, akan mengakibatkan kenaikan harga kelompok makanan jadi seperti mi," kata Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Pri­jambodo di Jakarta, kemarin (2/3). Akibat tekanan tersebut, Bambang memperkirakan infla­si Februari 2008 akan berkisar antara 0,5%-0,9%. Menurut Bambang, penurun-an harga beras tidak akan ber­dampak banyak bagi penurunan inflasi bulan Februari. Alasan­nya, penurunan itu diimbangi dengan kenaikan harga komodi­tas lain. Bambang yakin, walaupun in­flasi Februari diperkirakan akan tinggi, namun akan turun pada bulan Maret dan April, seiring dengan masuknya musim panen. "Namun, Maret ada tekanan in­flasi akibat kenaikan bahan ba­kar industri sebesar 5%-6% awal Maret ini," kata Bambang. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indo­nesia (Aprindo) Ratna Sari Lop­pies menyatakan, kenaikan har­ga komoditas tepung terigu saat ini memang sangat menakutkan. "Pertengahan Februari lalu har­ga masih di kisaran US$ 630 per ton, namun akhir Februari lalu meningkat menjadi US$ 800 per ton," katanya. Namun, Aptindo mengaku tidak akan menaikkan harga tepung terigu, sebab me­reka baru saja menaikkan har­ganya sebesar 15%. Aptindo malah meramalkan harga terigu bakal turun mulai Juni nanti. Sebab, di bulan Juni, Juli, dan Agustus, sentra pro­duksi gandum dunia sedang pa­nen besar. Faktor itulah yang lebih berpengaruh terhadap pe­nurunan harga tepung terigu daripada kebijakan pemerintah yang menanggung bea masuk dan PPh impor. "Jika kenaikan sudah mencapai 200%, penurun-an 10% PPh tidak akan berarti apa-apa," katanya. Terlepas dari itu, guncangan harga komoditas ini khususnya memukul para pembuat tahu dan tempe. Maklum, sebelum­nya mereka berharap dapat me­nikmati subsidi kedelai sebesar Rp 1.000 per kilogram. Namun, kebijakan pemerintah itu ternyata belum terasa. Malah harga kedelai tetap tinggi, bah­kan naik. Kenaikan harga bulan Februa­ri ini membuat pengusaha tahu tempe meminta pemerintah ce­pat menyalurkan subsidi terse­but. Walaupun tidak seberat saat krisis, Koperasi Tahu Tem­pe Indonesia (Koptti) berharap pemerintah segera mengatasi kenaikan harga kedelai. "Kata­nya subsidi turun bulan Februa­ri, tapi sampai sekarang belum ada realisasi. Kalau subsidi jadi turun, kendala naik jadi tidak terlalu terasa," kata Andoko, pengurus Koptti. Andoko mengaku, selama ini hampir tidak ada masalah de­ngan distribusi kedelai ke ta­ngan konsumen. Masalah uta­manya ialah importir kedelai saat ini hanya berjumlah 4 per­usahaan. Yakni, Liong Seng, Pu­lau Intan, Gunung Sewu, dan Cargill International. Selain Car­gill, tiga importir lainnya adalah perusahaan Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Test Test