Ini Pandangan Credit Suisse Terhadap Sektor yang Atraktif Tahun 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki 2023, pasar saham Asia dan global masih dibayangi oleh sejumlah sentimen, yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan tahun ini. Dalam laporan yang dirilis pekan lalu, Global Chief Investment Officer Credit Suisse Michael Strobaek menilai, kondisi tahun depan kemungkinan juga akan menantang seperti tahun ini. Pengetatan kondisi finansial, kondisi fundamental ekonomi makro, dan kondisi geopolitik akan terus berlanjut tahun depan.

Credit Suisse menilai, pasar ekuitas Asia (kecuali Jepang)  mengalami tekanan sepanjang tahun ini. Ada sejumlah faktor yang menekan pasar saham Asia di tahun ini. Pertama, efek kebijakan zero Covid-19 yang diterapkan China. Kedua, pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Ketiga, penguatan nilai tukar dolar AS.

Michael meyakini, tahun 2023 kemungkinan akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Kawasan Asia. Kebijakan pengetatan moneter diperkirakan akan memperlambat perekonomian di kawasan ini, yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan laba perusahaan.


Meskipun valuasi pasar saham Asia berada pada tingkat yang wajar dan posisi asing yang tidak dominan, kawasan ini dinilai tidak memiliki katalis untuk menuju pemulihan yang solid.

Baca Juga: Ini Alasan OECD Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 4,7% di 2023

Memasuki tahun 2023, Credit Suisse mengimbau investor harus berfokus pada sektor yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang solid, serta memiliki kemampuan untuk mempertahankan margin atau dikenal dengan pricing power. Dalam hal ini, Credit Suisse menyukai sektor kesehatan karena karakteristiknya yang defensif dan memiliki margin yang stabil.

Sektor kesehatan memiliki pendorong pertumbuhan jangka panjang seperti  membaiknya layanan kesehatan di pasar negara berkembang, populasi masyarakat yang menua, dan adanya penemuan teknologi baru.

Sektor energi kemungkinan akan lebih menantang di tahun depan. Harga energi yang tinggi saat ini tidak akan berlangsung lama seiring meningkatnya pasokan dari negara non-OPEC dan melambatnya permintaan.

Untuk sektor barang konsumsi, Credit Suisse lebih condong kepada barang konsumsi dengan segmentasi kelas atas (premium) seperti barang mewah. Sektor ini memiliki ketahanan margin yang tinggi dan pricing power yang kuat. Hal ini menjadi faktor pendukung pertumbuhan di era ketidakpastian pertumbuhan global.

Baca Juga: Gejolak Perekonomian Global Bakal Berimbas ke Indonesia

Sementara itu, sektor barang konsumsi pokok (consumer staples) bisa menjadi komponen portofolio yang menarik dalam jangka panjang, terutama bagi investor yang menghindari risiko. Sebab, sektor ini berisikan perusahaan berkualitas baik dengan volatilitas pendapatan rendah serta memiliki ketahanan margin.

Sektor keuangan dinilai akan diuntungkan dari kenaikan suku bunga. Suku bunga yang naik bakal meningkatkan laba bersih dan pendapatan bunga. Akan tetapi, sektor ini dibayangi oleh perlambatan pertumbuhan global dan risiko resesi tahun 2023.  Namun, Credit Suisse menilai, tidak seperti pada resesi sebelumnya, sektor keuangan akan lebih tangguh karena struktur permodalan yang baik dan neraca yang sehat.

Untuk sektor perindustrian, Credit Suisse menilai sektor ini merupakan salah satu sektor yang paling sensitif terhadap aktivitas ekonomi, khususnya segmen manufaktur. Bank ini memproyeksikan segmen barang modal dan transportasi akan terpengaruh oleh perlambatan pertumbuhan global dan risiko resesi.

Sementara untuk sektor teknologi, Credit Suisse menilai hambatan berasal dari kebijakan pengetatan yang dilakukan bank sentral. Setelah bank sentral selesai melakukan kebijakan pengetatan, Credit Suisse meyakini pasar akan fokus kembali pada fundamental sektoral. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati