KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Amerika peraih nobel di bidang ekonomi pada tahun 2021, Joseph Stiglitz hadir dalam acara “Bloomberg CEO Forum 2023” yang diselenggarakan di Jakarta, 6 September 2023. Ekonom sekaligus profesor di Cornel University ini telah membawa banyak pengetahuan dan keahliannya, khususnya di bidang likuiditas global dan arus modal. Joseph mengemukakan pandangannya dan mengeksplorasi bagaimana cara terbaik untuk melanjutkan pengaturan jaring pengaman keuangan yang lebih luas bersama dengan bank sentral, sektor keuangan serta regulator perbankan dan kementerian keuangan.
Di awal pembukaan diskusi, Joseph menyampaikan meski pandemi telah usai, namun ketidakpastian ekonomi masih belum berakhir.
Baca Juga: Para Ekonom Ingatkan Rencana Keuangan Inggris Pasca Brexit Bisa Picu Krisis Global Perang yang terjadi antara Rusia yang menginvasi Ukraina masih terus berlangsung dan tidak tahu kapan berakhir. Peperangan ini akan terus membebani harga-harga energi dan makanan. Pandemi dan invasi Rusia adalah pemicu kenaikan inflasi, membuat bank sentral harus mengendalikannya. "Pada awal pemulihan pandemi kita mengalami inflasi pada tingkat yang belum pernah terjadi selama beberapa dekade, hal ini menyebabkan hal-hal yang sentral terkait kebijakan ekonomi yang menjadi sebuah tantangan yang nyata," kata Joseph Joseph mengatakan, bank sentral kewalahan dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral sebagai tukang kayu yang hanya memiliki alat kerja seperti palu, saat memiliki masalah maka yang dilakukan adalah dengan mengetuknya dengan palu. Begitu pun bank sentral yang hanya memiliki instrumen pengendalian inflasi yakni suku bunga. "Mereka bukanlah ekonom yang baik, mereka salah mendiagnosa masalahnya. Jika mereka melihat ada masalah, mereka akan menaikkan suku bunga," kata Joseph.
Baca Juga: Rencana Keuangan Inggris Pasca Brexit Bisa Picu Krisis Global Padahal, inflasi sebagian besar yang merupakan hasil dari pandemi dan perang yang terkait dengan gangguan pasokan yang tinggi, diiringi juga dengan sejumlah pergeseran permintaan dan respons harga yang naik lebih mudah daripada pasar tenaga kerja. Di Amerika, Joseph mengatakan penyebab inflasi adalah karena harga mobil. Dimana para perusahaan Amerika banyak yang memproduksi mobil namun tidak dengan chipnya. Maklum saja kelangkaan chip dari china menjadi satu hal yang membuat penjualan mobil menjadi sulit. "Kesalahan dari para perusahaan mobil adalah mereka lupa memesan chip, sementara butuh waktu tidak sebentar untuk memperolehnya. Hal ini tentu membuat harga mobil kemudian melonjak," kata Joseph. Setidaknya dari kenaikan harga tersebut menyumbang sebesar sepertiga dari inflasi AS. "Jadi apa untungnya bagi kami memenuhi permintaan tersebut? Itu adalah salah satu masalah 'keripik' yang kami pikir hanya bersifat sementara," kelakar Joseph. Setidaknya AS membutuhkan waktu sekitar setengah tahun untuk harga mobil dapat turun. Bagitu juga yang terjadi dengan properti yang sebagian besar juga berpengaruh pada ekonomi AS.
Baca Juga: Masa Depan Globalisasi Pascapandemi Di sisi lain geopolitik menjadi hal yang penting untuk dibahas mengingat hal ini juga sebagian besar berpengaruh pada inflasi, yakni salah satunya adalah dengan China. Masalah lainnya yang dialami China adalah karena permintaan global yang turun. Terutama langkah-langkah dalam geopolitik di mana AS mencoba mengurangi pembelian dari China. Sehingga mereka mengalami kesulitan untuk mengaturnya.
"Saya hanya akan memberikan beberapa komentar. Risiko besar ke depan adalah geopolitik baru. Satu-satunya hal yang disetujui oleh kedua partai di Amerika Serikat adalah bahwa China memiliki masalah dan mereka berdua bersaing untuk lebih keras terhadap Tiongkok," kata Joseph. Joseph sendiri tidak mau berpihak ke partai manapun, dirinya pikir mereka lebih baik beristirahat dari pergolekan ini. Mereka ingin mengurangi resiko dari eksposur mereka terhadap China. Namun Mereka mengalami banyak kesulitan untuk melakukan hal tersebut karena bahkan ketika negara tersebut beralih ke transisi hijau, semua mineral dan bahan lain yang mereka gunakan untuk jalur hijau harus berasal dari China. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto