Ini pengakuan bos kasus Dream for Freedom



JAKARTA. Salah satu pendiri Dream for Freedom (D4F) yang belakangan dituding sebagai investasi bodong, sampai saat ini masih yakin bahwa bisnisnya halal. Kegiatan yang korbannya tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi ini justru menuntut pemerintah untuk melindungi startup yang sedang ia kembangkan.

"Ini kan bisnis masa depan. Seharusnya pemerintah melindungi yang seperti ini," tuturnya ketika ditemui KONTAN di tahanan PN Jakarta Barat pekan lalu.

Ia juga meyakini ada unsur money game dalam bisnisnya. Kalaupun ada pengumpulan dana, itu merupakan inovasi di bidang financial technology (fintech) yang bisa digunakan untuk membiayai bisnis nyata.


Bisnis yang dimaksud Fili ialah melalui dua perusahaan yang bekerja sama dengan D4F, yaitu PT Promo Indonesia Mandiri (Promonesia) dan PT Loket Indonesia Mandiri (Loketnesia). Dua perusahaan ini menjalankan usaha penjualan pulsa, tiket pertandingan sepak bola, tiket konser, PPOB (payment point online bank), dan sebagainya.

Ia pun berharap bisa bebas dari jeratan kasus yang tengah dihadapi. Setelah itu, ia akan melanjutkan bisnis D4F. "Dorongan untuk itu (melanjutkan D4F) sangat banyak sekali," tegasnya.

Soal peran terdakwa lain yang saat ini masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), Derrick Adhi Pratama, Fili mengakui partnernya yang merancang seluruh sistem IT dari D4F. Derrick pula yang menyuruh membuka 50 rekening tabungan. Alasannya jika hanya satu rekening saja, server akan kelebihan beban untuk melayani pelanggan.

Kejanggalan peserta

Sementara itu, Kurniawan, jaksa yang menangani kasus ini mengatakan ada beberapa kejanggalan yang dilakukan terdakwa Fili dan Derrick.

Pertama, soal pembuatan rekening atas nama 50 orang.

"Jadi ke-50 orang itu sebenarnya tidak tahu menahu bisnis ini. Mereka diminta mengumpulkan KTP-nya tanpa tahu sebenarnya dipakai untuk apa. Orang-orangnya itu juga sebenarnya tidak jelas, banyak yang pekerjaannya buruh, petani, jadi cuma seperti asal bisa dapat KTPnya saja," tuturnya.

Kedua, soal penarikan dana masyarakat tanpa ada timbal balik dan ada dugaan penggunaan skema piramida. Yaitu hanya memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra untuk memperoleh imbalan dari biaya partisipasi. Lambat laun, bisnis ini akan bangkrut karena hanya gali lubang tutup lubang.

Jaksa pun mengincar Fili dengan pasal 105 UU No.7/2014 tentang Perdagangan karena yakin terdakwa melakukan kejahatan money game.

Selain itu, hal ini membuka ruang bagi para korban untuk mendapatkan kembali uang mereka melalui gugatan perdata.

"Soalnya kalau pakai pasal TPPU (tindak pidana pencucian uang), uang tersebut akan disita negara," kata Kurniawan.

Ia menuturkan, perputaran uang oleh D4F mencapai Rp 3,4 triliun. Sementara jumlah akun terakhir sebelum ditutup lebih dari 700.000 akun. Satu orang memang bisa memiliki lebih dari satu akun. Hanya saja, jika ingin memperpanjang keanggotaan, harus mengirim duit Rp 200.000 tiap dua minggu.

Namun berdasarkan laporan para korban ke kepolisian yang juga termuat dalam berkas pemeriksaan, kerugian korban hanya Rp 6 miliar. Dalam laporan ini, hanya sekitar 100 orang saja yang melapor ke Bareskrim Mabes Polri.

Salah satu korban yang melapor, Wawan Prasetyo bilang sebenarnya masih banyak korban yang belum melapor ke polisi karena masih meyakini D4F akan berkembang lagi dan Fili akan mengembalikan duit. "Tapi kalau dari kami, yang jelas kami akan terus menuntut agar uang kami kembali. Setelah kasus ini (pidana di PN Jakarta Barat), kami juga akan menggugat lagi secara perdata," kata Wawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia