Ini Penjelasan BI Soal Alasan Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25%



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan, BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI April 2024. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, BI mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Sehingga, suku bunga acuan kini bergerak di level 6,25%.

Ia menyampaikan, alasan BI menaikkan suku bunga salah satunya karena kondisi ketidakpastian global yang bersumber dari perubahan arah penurunan suku bunga The Fed, dan meningkatnya ketegangan politik di timur tengah.

Seperti diketahui, awalnya The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunganya pada semester II 2024 ini. Akan tetapi, banyak pihak yang memprediksi The Fed akan menahan lebih lama suku bunganya di level yang tinggi karena ketidakpastian global masih memanas, terlebih adanya konflik Iran dan Israel.


“Kita semua menghadapi ketidakpastian yang bersumber dengan perubahan arah penurunan suku bunga The Fed, dan meningkatnya ketegangan politik di timur tengah,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu (24/4).

Baca Juga: Bank Indonesia Menaikkan Suku Bunga Acuan Sebesar 25 Basis Poin Jadi 6,25%

Adapun Perry juga menyebut keputusan ini diambil untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

Faktor lain yang menjadi pertimbangan  BI adalah, masih tingginya inflasi global dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.

Perkembangan ini dan besarnya kebutuhan utang AS mengakibatkan terus meningkatnya yield US Treasury dan penguatan dolar AS semakin tinggi secara global.

Semakin kuatnya dolar AS juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti Yen Jepang dan Yuan China. Ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Akibatnya, investor global memindahkan portofolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.

Baca Juga: Rasio Utang Indonesia Diprediksi Meningkat Jadi 40% di 2025, Begini Kata Kemenkeu

Ke depan, Perry menyampaikan risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global akan terus dicermati karena dapat mendorong berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, meningkatnya tekanan inflasi, dan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

“Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi