Ini Penyebab CDS 5 Tahun Indonesia Naik Sepekan Terakhir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat premi risiko investasi alias Credit Default Swap (CDS) Indonesia naik sepekan terakhir. Ketidakpastian ekonomi global menjadi pendorongnya.

Berdasarkan data World Government Bonds, CDS 5 tahun Indonesia berada di level 70,90. Angka tersebut naik 3,59% dari pekan lalu.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, salah satunya penyebabnya karena rupiah terdepresiasi sehingga meningkatkan risiko investasi untuk pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan.


"Juga karena dana asing keluar dan kembali ke US Treasury yang menyebabkan spread semakin tinggi dan mendorong CDS naik," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (22/3).

Baca Juga: Modal Asing Hengkang Rp 13,61 Triliun Pada Pekan Pertama Maret 2024

Keluarnya dana asing, kata Fikri, karena data Jobless Claim's Amerika Serikat (AS) dan PMI yang masih kuat. Ditambah juga Fed mengekspektasikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi 0,5% YoY dari ekspektasi sebelumnya. "Sehingga ekspektasi penurunan suku bunga Fed semakin lama," sebutnya.

Fikri menilai, prospek CDS 5 tahun Indonesia akan bergantung dari kepemimpinan selanjutnya. Ia mencontohkan, di obligasi dan SUN risiko utamanya dari kebijakan fiskal pemerintahan yang baru. Sementara untuk pasar saham, risikonya dari pertumbuhan ekonomi, belum jelasnya penurunan suku bunga, hingga tingkat inflasi.

"Risiko inflasi bisa dikatakan mendekati 3%," imbuh Fikri.

Baca Juga: BKPM: Ada Perusahaan yang Hengkang dari China Siap Masuk ke Indonesia

Oleh sebab itu, ia menilai apabila kebijakan pemerintahan yang baru prudent dan menteri keuangan yang ditunjuk dipercaya pasar, maka risiko investasi di Indonesia bisa kembali turun. Sementara, jika sebaliknya maka CDS 5 tahun Indonesia bisa semakin naik.

Di tengah ketidakpastian ini, Fikri menilai instrumen investasi yang menarik adalah pasar uang, seperti deposito dan SRBI. Selain itu SUN dengan tenor jangka pendek juga bisa menjadi pilihan.

Sementara di saham, maka sektor-sektor consumer dan cyclical bisa menjadi pilihan, mengingat semakin dekat dengan Lebaran. "Sementara untuk jangka panjang, investor bisa melirik sektor yang defensif," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati