JAKARTA. Daftar efek transaksi margin dan short selling periode baru yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir tahun lalu belum ada perubahan alias penambahan saham baru. Daftar efek ini telah berlaku sejak 2 Januari 2014 yang lalu, dengan jumlah 56 saham yuang masuk efek margin dan 54 saham yang masuk daftar efek short selling. Menurut David Nathanael Sutyanto, analis First Asia Capital, tak berubahnya daftar efek ini disebabkan karena tak ada perubahan di pasar saham yang cukup signifikan pada kuartal terakhir tahun lalu. Ini berarti, investor belum banyak mengincar saham-saham baru dan masih tertambat pada pemain lama. "Belum ada emiten-emiten baru yang menarik hati para investor, jadi mereka masih mengandalkan pemain lama," ujarnya kepada KONTAN (6/1).Reza Nugraha, analis MNC Securities menambahkan, belum ada saham baru yang sesuai dengan kriteria dari BEI untuk masuk ke dalam daftar efek transaksi margin dan selling. "Mereka (BEI) melihat belum ada yang pantas, sehingga mereka tak merubah komposisi yang ada, karena belum ada saham baru yang layak," tuturnya. Sekadar info, kriteria untuk menjadi daftar efek sebagai jaminan pembayaran atas transaksi marjin dan atau transaksi short selling adalah saham-saham harus likuid, dan rata-rata transaksi harian di pasar reguler minimal harus Rp 10 milia per hari selama enam bulan.Untuk tahun ini, David menilai, resiko pasar yang cenderung lebih tinggi dan situasi yang tak kondusif, akan mempersempit saham baru masuk ke dalam daftar efek. Sependapat dengan David, Reza memproyeksikan, saham baru yang masuk ke dalam daftar efek margin maupun short selling akan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan tahun ini. "Hal ini karena fungsi market kurang mendukung dan kinerja perusahaan turun cukup dalam," ucap dia. Namun, salah satu emiten baru yang diprediksi akan masuk ke daftar efek adalah PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dari sektor perkebunan. Namun, ada juga saham yang akan terdepak dari daftar efek. "Sektor konstruksi bisa terjadi penurunan komposisi," tambahnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ini penyebab Daftar Efek tak mengalami perubahan
JAKARTA. Daftar efek transaksi margin dan short selling periode baru yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir tahun lalu belum ada perubahan alias penambahan saham baru. Daftar efek ini telah berlaku sejak 2 Januari 2014 yang lalu, dengan jumlah 56 saham yuang masuk efek margin dan 54 saham yang masuk daftar efek short selling. Menurut David Nathanael Sutyanto, analis First Asia Capital, tak berubahnya daftar efek ini disebabkan karena tak ada perubahan di pasar saham yang cukup signifikan pada kuartal terakhir tahun lalu. Ini berarti, investor belum banyak mengincar saham-saham baru dan masih tertambat pada pemain lama. "Belum ada emiten-emiten baru yang menarik hati para investor, jadi mereka masih mengandalkan pemain lama," ujarnya kepada KONTAN (6/1).Reza Nugraha, analis MNC Securities menambahkan, belum ada saham baru yang sesuai dengan kriteria dari BEI untuk masuk ke dalam daftar efek transaksi margin dan selling. "Mereka (BEI) melihat belum ada yang pantas, sehingga mereka tak merubah komposisi yang ada, karena belum ada saham baru yang layak," tuturnya. Sekadar info, kriteria untuk menjadi daftar efek sebagai jaminan pembayaran atas transaksi marjin dan atau transaksi short selling adalah saham-saham harus likuid, dan rata-rata transaksi harian di pasar reguler minimal harus Rp 10 milia per hari selama enam bulan.Untuk tahun ini, David menilai, resiko pasar yang cenderung lebih tinggi dan situasi yang tak kondusif, akan mempersempit saham baru masuk ke dalam daftar efek. Sependapat dengan David, Reza memproyeksikan, saham baru yang masuk ke dalam daftar efek margin maupun short selling akan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan tahun ini. "Hal ini karena fungsi market kurang mendukung dan kinerja perusahaan turun cukup dalam," ucap dia. Namun, salah satu emiten baru yang diprediksi akan masuk ke daftar efek adalah PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dari sektor perkebunan. Namun, ada juga saham yang akan terdepak dari daftar efek. "Sektor konstruksi bisa terjadi penurunan komposisi," tambahnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News