KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib kurang baik dialami reksadana terproteksi. Di tengah kebangkitan pasar keuangan dalam negeri yang berdampak positif pada dana kelolaan alias
assets under management (AUM) jenis reksadana lainnya, reksadana terproteksi malah mengalami penurunan. Bahkan, berdasarkan data Infovesta Utama, AUM reksadana terproteksi sudah turun selama tiga bulan berturut-turut. Per November, AUM reksadana terproteksi tercatat sebesar Rp 138,99 triliun. Terakhir kali reksadana terproteksi mencatatkan kenaikan AUM terjadi pada bulan Agustus silam. Kala itu dana kelolaan reksadana ini mencapai Rp 146,23 triliun.
Baca Juga: Ashmore Asset Management Indonesia beli 20% saham anak usaha Bukalapak Salah satu penyebabnya turunnya AUM reksadana terproteksi adalah terdapat beberapa produk yang jatuh tempo. Namun sejumlah Manajer Investasi (MI) memilih untuk tidak menggantinya dengan produk baru. Alhasil, dana yang terdapat pada reksadana terproteksi yang jatuh tempo itu dialihkan ke reksadana jenis lainnya.
Head of Investment Specialist & Product Development Sucor Asset Management Lolita Liliana mengatakan, salah satu faktor yang membuat penerbitan reksadana terproteksi berkurang adalah ketersediaan underlying efek yang juga berkurang. Di satu sisi, ia juga menilai terjadi penurunan tingkat kepercayaan nasabah terhadap produk-produk investasi akibat beberapa gejolak yang terjadi di pasar keuangan pada tahun ini. “Belum lagi adanya pandemi Covid-19 telah mengakibatkan turunnya rating beberapa obligasi. Hal ini menaikkan
perceived risk dari sisi nasabah sehingga sempat terjadi pengalihan ke produk dengan profil risiko yang lebih rendah dan dianggap lebih likuid terutama ke reksadana pasar uang,” jelas dia kepada Kontan.co.id, Rabu (9/12). Kendati begitu, seiring membaiknya kondisi pasar keuangan belakangan ini, Lolita menyebut minat investor terhadap reksadana terproteksi sudah kembali lagi. Apalagi, suku bunga deposito masih terus turun sehingga nasabah dengan profil risiko konservatif-moderate masih membutuhkan alternatif investasi jangka menengah. Walau minat investor sudah membaik, keberadaan suplai disebut Lolita masih belum pulih. Menurutnya, ketersediaan efek untuk
underlying mekanisme proteksi juga masih belum membaik dikarenakan penerbit juga masih mengambil sikap
wait and see terlebih dahulu sembari memantau permintaan yang ada di pasar. “Untungnya, keadaan reksadana terproteksi di Sucorinvest AM tidak seperti di industri. Kami telah menerbitkan enam produk baru reksadana terproteksi yang AUM-nya berhasil naik 38.05% secara year to date. Kenaikan ini seiring dengan tetap tingginya permintaan dari nasabah kami termasuk melalui agen penjual,” imbuh Lolita.
Baca Juga: Dana kelolaan (AUM) industri reksadana pada November berpotensi tembus Rp 530 triliun Lolita optimistis prospek reksadana terproteksi pada tahun depan masih akan tetap menarik. Walaupun dari segi yield obligasi/efek bersifat utang terus menurun, ditambah lagi dengan pajak obligasi di reksadana terproteksi yang akan naik menjadi 10% per 2021, Lolita menilai potensi imbal hasil yang ditawarkan reksadana terproteksi masih tetap lebih menarik dibandingkan bunga deposito “Tapi secara umum, untuk penerbitan reksadana terporoteksi pada tahun depan masih tergantung dari tersedianya efek
underlying. Suplai sepertinya masih akan kurang dikarenakan yield yang diminta mengalami kenaikan yang lumayan tinggi. Sementara sekarang di saat
yield sudah mulai turun, nyatanya masih banyak emiten yang menunggu
timing yang pas,” pungkas Lolita. Lolita bilang, Sucorinvest AM menargetkan bisa kembali menerbitkan 4-6 produk reksadana terproteksi pada tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari