JAKARTA. Teka teki penyebab kerusakan jalan yang sering terjadi di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura), akhirnya terkuak. Berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap proses penyelenggaraan jalan jembatan nasional pada tahun 2012 dan 2013, diketahui bahwa kerusakan diakibatkan oleh kelemahan sistem pengawasan pemerintah terhadap penggunaan jalan tersebut. Rizal Djalil, Ketua BPK mengatakan, akibat kelemahan sistem pengawasan tersebut, sering, muatan kendaraan yang melintas di ruas jalan nasional Pantura di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur melampaui batas. Tidak tanggung- tanggung, tingkat kelebihan batas muatan mencapai sekitar 18 - 20 ton. Padahal, idealnya, Muatan Sumbu Terberat (MST) di jalan Pantura hanya mencapai 8 ton. Rizal bilang, akibat beban berlebih itulah, jalan di kawasan Pantura selalu cepat rusak. Akibatnya, setiap tahun pemerintah harus mengeluarkan anggaran negara yang cukup besar untuk memperbaiki jalan tersebut. Catatan saja, setiap tahun pemerintah memang mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk perbaikan jalan Pantura. Untuk tahun 2013 saja misalnya, melalui Kementerian Pekerjaan Umum pemerintah menggelontrokan dana Rp 1,2 triliun untuk perbaikan jalan tersebut. Sementara itu untuk tahun 2014 ini, meningkatkan anggaran perbaikan jalan Pantura menjadi Rp 1,3 triliun. Meskipun besar, anggaran tersebut ternyata banyak yang digunakan secara tidak wajar. Berdasarkan hasil audit BPK yang dilaporkan oleh mantan Kepala BPK, Hadi Purnomo ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) beberapa waktu lalu diketahui bahwa pembiayaan proyek perbaikan jalan Pantura tidak beres. Hadi mengatakan, ketidakberesan pembiayaan tercium dari kegiatan perbaikan jalan pada paket pengerjaan Ciasem-Pamanukan, Jawa Barat. Ketidakberesan tersebut berhasil dicium oleh BPK dari kelemahan yang terkandung dalam pelaksanaan kontrak berbasis kinerja pada paket pengerjaan jalan tersebut. Selain itu, ketidakberesan juga tercium dari jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk proyek perbaikan jalan tersebut. BPK menyatakan, bahwa harga sebesar Rp 106,96 miliar yang dikeluarkan oleh negara untuk pembangunan paket pengerjaan proyek tersebut tidak wajar. "Ketidakwajaran tersebut mengakibatkan pengeluaran keuangan negara sebesar Rp 106,96 miliar yang tidak bisa diyakini kebenarannya," kata Hadi April lalu.
Ini penyebab jalan pantura sering rusak
JAKARTA. Teka teki penyebab kerusakan jalan yang sering terjadi di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura), akhirnya terkuak. Berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap proses penyelenggaraan jalan jembatan nasional pada tahun 2012 dan 2013, diketahui bahwa kerusakan diakibatkan oleh kelemahan sistem pengawasan pemerintah terhadap penggunaan jalan tersebut. Rizal Djalil, Ketua BPK mengatakan, akibat kelemahan sistem pengawasan tersebut, sering, muatan kendaraan yang melintas di ruas jalan nasional Pantura di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur melampaui batas. Tidak tanggung- tanggung, tingkat kelebihan batas muatan mencapai sekitar 18 - 20 ton. Padahal, idealnya, Muatan Sumbu Terberat (MST) di jalan Pantura hanya mencapai 8 ton. Rizal bilang, akibat beban berlebih itulah, jalan di kawasan Pantura selalu cepat rusak. Akibatnya, setiap tahun pemerintah harus mengeluarkan anggaran negara yang cukup besar untuk memperbaiki jalan tersebut. Catatan saja, setiap tahun pemerintah memang mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk perbaikan jalan Pantura. Untuk tahun 2013 saja misalnya, melalui Kementerian Pekerjaan Umum pemerintah menggelontrokan dana Rp 1,2 triliun untuk perbaikan jalan tersebut. Sementara itu untuk tahun 2014 ini, meningkatkan anggaran perbaikan jalan Pantura menjadi Rp 1,3 triliun. Meskipun besar, anggaran tersebut ternyata banyak yang digunakan secara tidak wajar. Berdasarkan hasil audit BPK yang dilaporkan oleh mantan Kepala BPK, Hadi Purnomo ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) beberapa waktu lalu diketahui bahwa pembiayaan proyek perbaikan jalan Pantura tidak beres. Hadi mengatakan, ketidakberesan pembiayaan tercium dari kegiatan perbaikan jalan pada paket pengerjaan Ciasem-Pamanukan, Jawa Barat. Ketidakberesan tersebut berhasil dicium oleh BPK dari kelemahan yang terkandung dalam pelaksanaan kontrak berbasis kinerja pada paket pengerjaan jalan tersebut. Selain itu, ketidakberesan juga tercium dari jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk proyek perbaikan jalan tersebut. BPK menyatakan, bahwa harga sebesar Rp 106,96 miliar yang dikeluarkan oleh negara untuk pembangunan paket pengerjaan proyek tersebut tidak wajar. "Ketidakwajaran tersebut mengakibatkan pengeluaran keuangan negara sebesar Rp 106,96 miliar yang tidak bisa diyakini kebenarannya," kata Hadi April lalu.