Ini penyebab kinerja reksadana saham masih loyo di tahun 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana saham sepanjang tahun 2021 ini masih terpuruk. Hingga Jumat (23/4), kinerja pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebenarnya masih mencatatkan kinerja positif dengan 0,63% secara year to date (ytd). 

Namun sayangnya, penguatan tersebut tidak cukup kuat untuk mendorong kinerja reksadana saham yang tercermin dari kinerja Infovesta Equity Fund Index. Buktinya, kinerja reksadana saham tersebut masih -3,63% secara YTD. 

Senin (26/4), Infovesta Utama dalam laporan mingguannya menjelaskan, pelemahan kinerja reksadana saham disebabkan oleh penurunan minat investor melalui penurunan unit penyertaan. Lihat saja, hingga bulan Maret 2021, unit penyertaan turun sebesar 1,96%.


“Ketidakpastian pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir dan ini menyebabkan investor khawatir serta berjaga-jaga sehingga cenderung menghindari jenis investasi yang memiliki risiko lebih tinggi,” jelas Infovesta Utama dalam risetnya yang dikutip Kontan.co.id.  

Selain itu, data-data ekonomi dalam negeri juga dinilai masih kurang baik untuk mendukung kinerja reksadana saham. Misalnya, keputusan Bank Indonesia lewat Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 April yang merevisi proyeksi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 dari 4,8% -5,8% menjadi 4,1% - 5,1%. 

Belum lagi, terbatasnya mobilitas masyarakat menyebabkan tingkat konsumsi swasta cenderung stagnan. Alhasil, inflasi Indonesia secara year on year (YoY) hingga bulan Maret, turun ke level 1,37% atau turun sebesar 18,45%. 

Baca Juga: Reksadana pendapatan tetap jadi reksadana dengan kinerja terbaik di pekan lalu

Berdasarkan hal tersebut, kinerja reksadana saham masih bergantung terhadap sentimen pasar yang mempengaruhi minat investor. 

Infovesta Utama pun menilai, ke depannya, sentimen terkuat yang dapat menggerakkan minat investor untuk kembali berinvestasi ke dalam reksadana saham adalah adanya pemulihan ekonomi baik secara lokal maupun global yang didorong oleh mereda-nya kasus Covid-19 setelah program vaksinasi mulai berjalan. 

Namun hingga saat ini, kondisi Covid-19 justru masih belum mereda. Bahkan di kasus di India yang malah mencatatkan rekor baru dengan lebih dari 300.000 kasus harian. 

Hampir serupa, lonjakan kasus juga terjadi di Jepang, yang akhirnya menetapkan masa darurat untuk wilayah ibu kota Tokyo dan tiga prefektur lainnya yang mulai berlaku sejak 25 April kemarin. 

Di Zona Eropa, seperti di Jerman, tingkat infeksi Covid-19 masih meningkat meskipun ada pembatasan sosial ketat, sehingga tidak diharapkan adanya Langkah pelonggaran pembatasan sebelum akhir Mei.  Di Indonesia sendiri, dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 selama masa Lebaran, pemerintah telah mengumumkan adanya larangan mudik.

“Dengan masih minimnya jumlah sentimen positif, maka ke depannya pasar saham diperkirakan masih belum akan kembali ke periode bullish. Sebelum mendapatkan kepastian tersebut, maka investor diperkirakan masih akan cenderung wait and see maupun mengalihkan investasinya kepada instrumen safe haven,” tutup Infovesta Utama.

Selanjutnya: Diamond Citra Propertindo (DADA) sukses kerek laba bersih hingga 109,7% di tahun lalu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari