Ini penyebab NPL sektor dagang rekor tertinggi



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai kuartal 3 2016, kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 4,42% atau naik 29,3 basis point (bps) secara tahunan atau year on year (yoy). Nilai NPL perdagangan ini merupakan tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Kenaikan NPL berlangsung di hampir seluruh bank. Termasuk di PT Bank Central Asia Tbk mencatatkan kenaikan kredit bermasalah di sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 150 bps yoy menjadi 2,17%.

Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA mengatakan NPL di sektor perdagangan karena efek pelambatan ekonomi. “Hal ini dengan risiko bisnis secara umum yang meningkat dan pertumbuhan kredit yang melambat,” ujar Jan Hendra kepada KONTAN, Minggu (4/12).


Secara umum menurut Jan, distribusi pemberian kredit BCA relatif cukup merata di berbagai industri. Berdasarkan laporan keuangan BCA kuartal 3 2016 yang diserahkan ke bursa efek Indonesia, tercatat kredit BCA yang disalurkan ke sektor perdagangan tercatat sebesar Rp 98,6 triliun atau 26,32% dari total kredit BCA.

Kedepannya, menurut Jan Hendra BCA akan terus memperhatikan dan mengikuti perkembangan usaha sehingga bisa menangkap peluang dan potensi bisnis. Hal ini disesuaikan dengan strategi dan pengembangan bisnis BCA.

Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Muhammad Dody Ariefianto mengatakan sektor perdagangan adalah sektor terakhir yang ada dalam siklus NPL. “Prediksi ini diasumsikan tidak ada faktor dari luar yang tiba-tiba mempengaruhi,” ujar Doddy kepada KONTAN, Kamis (1/12).

Doddy mengatakan dalam siklus NPL, misalnya jika disebabkan karena depresiasi nilai tukar yang pertama terkena dampak adalah sektor pertambangan dan manufaktur.

Hal ini karena dua sektor ini mempunyai komponen impor yang paling besar. Selain itu sektor pertambangan dan manufaktur cenderung bersifat padat modal.

Dua sektor terdampak ini akan mengurangi permintaan atau melakukan PHK untuk melakukan efisiensi. Hal ini kemudian berimbas ke penurunan daya beli konsumen.

Terakhir, yang terkena dampak dari putaran NPL ini adalah sektor perdagangan karena sektor ini lah yang langsung terkena efek ke penurunan daya beli konsumen.

Doddy memprediksi NPL sektor perdagangan tahun depan akan menurun. Secara umum untuk industri, NPL perbankan pada tahun depan akan memasuki fase penurunan. Namun penurunan ini akan cenderung perlahan.

Diprediksi selama 2017 nanti NPL akan berada dikisaran 3% sedangkan di akhir tahun depan NPL akan berada diangka 2,8% sampai 2,9%.

Doddy menekankan, prediksi ini bisa saja berubah mengingat ada beberapa faktor lain yang bisa mempengaruhi seperti kebijakan presiden baru Amerika Serikat Donald Trump dan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang bisa memicu keluarnya modal (capital outflow) dari Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto