Ini Penyebab Pasar Obligasi Domestik Kurang Bergairah di Tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi domestik kurang bergairah di sepanjang tahun ini. Sikap Federal Reserve (The Fed) yang agresif dalam mengerek suku bunga acuan menjadi pemicu utama pasar obligasi di dalam negeri lesu.

Mengutip Bloomberg, per Oktober 2022, kinerja obligasi korporasi secara bulanan turun 0,27% dan hanya tumbuh 3,79% secara year to date (YTD). Sedangkan, kinerja obligasi pemerintah turun 0,50% secara bulanan dan turun 0,77% secara ytd.

Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai (HP) Asset Management Reza Fahmi menjelaskan, sentimen di pasar obligasi masih didasari oleh kenaikan tingkat suku bunga secara global yang disebabkan oleh kenaikan inflasi.


"The Fed masih dalam stance hawkish sampai akhir tahun dan diprediksi masih ingin menaikkan Fed Rate," ungkap Reza kepada Kontan.co.id, Sabtu (5/10).

Kondisi suku bunga tinggi di Amerika Serikat tersebut memberikan yield alias imbal hasil yang lebih menarik. Sehingga, investor ramai memburu US Treasury ketimbang obligasi dalam negeri.

Reza bilang, hal itu salah satunya terlihat dari dana asing keluar atau capital outflow di pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 227,6 triliun dalam lima kuartal terakhir.

Baca Juga: Nilai Emisi Obligasi Sepanjang 2022 Telah Mencapai Rp 137,87 Triliun

Adapun kuartal I-2022, capital outflow di SBN mencapai Rp 68 triliun, kuartal II sebesar Rp 43 triliun, dan kuartal III sebesar Rp 33 triliun.

Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada 2 November 2022 menunjukkan total kepemilikan investor asing di SBN sebesar Rp 713,72 triliun. Padahal, awal tahun ini kepemilikan asing masih mencapai Rp 893,60 triliun. Artinya, dana asing telah keluar sebesar Rp 179,88 triliun sepanjang tahun ini.

Obligasi pemerintah sendiri masih belum menarik di mata asing. Namun, obligasi korporasi bisa dilirik oleh para investor karena tawaran kupon yang relatif tinggi dibanding obligasi pemerintah.

Dari internal, langkah Bank Indonesia meningkatkan suku bunga guna meredam inflasi, tidak begitu signifikan memberikan imbal hasil tinggi bagi pasar obligasi. Dimana BI memperkirakan inflasi akan berada di atas 6% dan inflasi inti berada pada level 4.6% di akhir tahun.

Karena itu, Reza menyarankan dalam kondisi ketidakpastian ekonomi investor saat ini lebih baik mengurangi risiko fluktuasi atas perubahan tingkat suku bunga. Sehingga, pilihan terbaik untuk memitigasi fluktuasi tersebut adalah dengan memperpendek durasi atau beralih dari obligasi tenor panjang ke tenor pendek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari