Ini penyebab reksadana saham anjlok hingga 6,62% di pekan lalu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tertakan di pekan lalu menyeret kinerja reksadana berbasis saham, seperti reksadana saham dan reksadana campuran.

Berdasarkan data Infovesta Utama, euphoria pasar saham yang terjadi di awal Januari 2021 sudah priced in sehingga January Effect tidak bertahan lama. Selain itu, terdapat beberapa sentimen negatif baik dari lokal maupun global yang membebani kinerja IHSG sepekan lalu. 

Asal tahu saja, sepekan kemarin, kinerja reksadana saham turun 6,62%. Sementara reksadana campuran terkoreksi hingga 3,69%.


Namun, reksadana pendapatan tetap berhasil mencatatkan kinerja positif. Tercatat, reksadana ini naik sebesar 0,25%. Reksadana pasar uang juga menjadi reksadana dengan kinerja positif setelah berhasil tumbuh 0,07%.

Dari Indonesia, perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena kasus Covid Indonesia sudah menembus 1 juta kasus sehingga berpotensi menghambat pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2021. Berikutnya, pemeriksaan kasus BPJS Ketenagakerjaan terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS juga turut memberikan sentimen negatif. 

Baca Juga: Reksadana pendapatan tetap jadi reksadana berkinerja paling tinggi dalam sepekan

“Dari sisi investor aktif ritel yang jumlahnya naik 4 kali lipat sepanjang tahun lalu juga turut mewarnai kinerja saham dalam negeri, namun akibat transaksi margin yang dilakukan membuat investor harus melakukan aksi jual paksa terhadap beberapa saham yang terdaftar dalam Daftar Efek Marjin yang mengalami pelemahan sehingga membebani kinerja IHSG,” tulis Infovesta Utama dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Senin (1/2).

Dari global, stimulus fiskal besar-besaran yang diajukan oleh Joe Biden belum mendapatkan kepastian. Biden pun terbuka untuk menyusun ulang proposal bantuan Covid-19 senilai US$ 1,9 triliun sehingga investor pun masih wait and see menantikan kepastian stimulus yang terancam tertunda. 

Selanjutnya, The Fed masih mempertahankan tingkat suku bunga acuan di 0%-0,25% namun risiko akibat pandemi masih sangat tinggi dalam jangka pendek dan kondisi pandemi semakin mengkhawatirkan sementara proses vaksinasi tidak berjalan dengan cepat.

“Kinerja IHSG selama sepekan ke depan diperkirakan melanjutkan tren pelemahan dan masih belum ada sentimen positif yang dapat mendorong kinerja IHSG untuk kembali naik tinggi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa IHSG dapat mengalami technical rebound kecil karena sudah tertekan selama sepekan penuh,” tambah Infovesta.

Melihat pelemahan IHSG ini, investor reksadana berbasis saham tidak perlu terlalu khawatir karena peluang pemulihan ekonomi di tahun 2021 masih terbuka lebar dan koreksi IHSG diharapkan hanya terjadi dalam jangka pendek untuk kembali mengalami penguatan.

Selanjutnya: Ditutup menguat tipis, rupiah diprediksi bergerak stabil pada Selasa (2/2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari