Ini Penyebab Terhambatnya Pengembangan Panas Bumi di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha panas bumi menyatakan saat ini penambahan kapasitas panas bumi di Indonesia masih berjalan lambat, hanya sekitar 40 megawatt (MW) pertahun. Padahal untuk mencapai target penambahan kapasitas pembangkit panas bumi sebesar 3.355 MW sampai 2030, diperlukan penambahan kapasitas sekitar 450 MW pertahun. 

Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi (API) Prjandaru Effendi menjelaskan, Indonesia sudah mulai memakai energi panas bumi sejak 1974 untuk mendukung sistem ketahanan energi nasional. Saat itu lapangan panas bumi dioperasikan oleh PT Pertamina Geothermal Enery. Sejak saat itu, pengembangan teknologi energi geothermal di Indonesia terus berjalan, meski berjalan lambat. 

Hingga saat ini kapasitas panas bumi yang terpasang sebesar 2.378 MW atau rata-rata pertumbuhan panas bumi terpasang pertahunnya hanya sekitar 40 MW. Pertumbuhan energi panas bumi tersebut jauh dari sumber daya yang dimiliki sekitar 24.000 MW, dengan cadangan yang diperkirakan sebesar 14.000 MW.


Baca Juga: Pelaku Usaha Panas Bumi Perlu Terobosan Regulasi, Ini Salah Satunya

“Lambatnya pertumbuhan ini karena tantangan, terutama saat ini masih berproses untuk menemukan solusinya.” ujarnya dalam acara The 9th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition di Jakarta, Rabu (20/9).  

Beberapa tantangan itu ialah, kesenjangan harga atau tarif listrik panas bumi dengan nilai keekonomian proyek dan seringnya perubahan peraturan yang mengakibatkan ketidakpastian bagi pertumbuhan panas bumi. 

Sejatinya, pemerintah telah berupaya memberikan kepastian tarif listrik panas bumi melalui Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022  tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 

“Namun peraturan ini masih membutuhkan peraturan turunan menteri terkait yang mengatur lebih lanjut permudahan perizinan, partisipasi pemerintah untuk membangu pengembangan proyek panas bumi,” ujarnya. 

Menurutnya, dengan dirilisnya aturan turunan Perpres tersebut, pengusaha merasa ada kepastian berusaha dan meningkatkan daya tarik panas bumi. 

Baca Juga: Hadir di IIGCE 2023, Pertamina Geothermal Energy Siap Dorong Transisi Energi Bersih

Meski begitu, Perpres 112 belum cukup. Dibutuhkan terobosan regulasi lain di bidang investasi panas bumi. Prijandaru menyatakan, diperlukan power wheeling atau penggunaan bersama jaringan transmisi agar pelaku usaha dapat mentransfer energi ke pelanggan. Pasalnya selama ini sumber panas bumi berada di lokasi terpencil. 

Dalam catatan Kontan.co.id sebelumnya, power wheeling akan mendukung pengembalian investasi atau return of investment (RoI) bisa lebih cepat karena pengusaha tidak perlu lagi membangun transmisi listrik yang baru dan mahal. 

Sudah banyak perusahaan atau pengembang swasta yang berminat untuk membangun pembangkit energi terbarukan  jika skema power wheeling bisa dijalankan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi