Ini penyebab turunnya pendapatan dan laba bersih Bukit Asam (PTBA) di kuartal I-2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuartal I-2020, kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengalami tekanan. Pendapatan dan laba bersih emiten tambang batubara ini kompak mengalami penurunan.

Melansir laporan keuangan PTBA per Maret 2020, emiten pelat merah ini membukukan pendapatan senilai Rp 5,12 triliun, turun 4,01% secara year-on-year. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, PTBA mampu meraup pendapatan senilai Rp 5,33 triliun.

Baca Juga: Dua faktor ini bikin saham Bukit Asam (PTBA) semakin atraktif


Dus, PTBA mengantongi laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 903,24 miliar. Jumlah ini turun 20,5% bila dibandingkan dengan realisasi laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,13 triliun.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Hadis Surya Palapa mengatakan turunnya kinerja PTBA sepanjang tiga bulan pertama 2020 diakibatkan oleh turunnya harga jual rata-rata batubara yang turun 3,9% menjadi Rp741.845 per ton dari Rp772.058 per ton pada triwulan-I 2019.

Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan harga batu bara Newcastle sebesar 29,5% maupun harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index / ICI) GAR 5000 sebesar 6,9% dibandingkan harga rata-rata kuartal I-2019. “Selain itu, peningkatan beban pokok penjualan juga menjadi sebab terjadinya kontraksi pada laba PTBA,” ujar Hadis kepada Kontan.co.id, Kamis (30/4).

Baca Juga: Penurunan harga batubara bikin laba bersih Bukit Asam (PTBA) turun 20,5% di kuartal I

Melansir laporan keuangan PTBA, beban pokok pendapatan naik 1,04% menjadi Rp 3,59 triliun. Hadis bilang, hal ini seiring dengan kenaikan volume penjualan serta peningkatan volume angkutan batubara serta kenaikan biaya jasa penambangan terkait dengan peningkatan kurs dan jarak angkut sepanjang kuartal I-2020.

Per Maret 2020, emiten pertambangan batubara ini mencatatkan peningkatan volume penjualan batubara sepanjang kuartal pertama 2020 sebesar 6,8 juta ton, naik sebesar 2,1% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, volume produksi terkontraksi sekitar 2,8% yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi khususnya pada awal tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .