Ini penyebab turunnya rasio pembayaran utang pada kuartal III-2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio pembayaran utang atau Debt to Service Ratio (DSR) Tier-1 Indonesia di akhir kuartal III-2021 mengalami penurunan. Berdasarkan data yang dihimpun dari Bank Indonesia (BI), DSR Tier-1 kuartal III-2021 tercatat sebesar 24,76% atau turun dari kuartal II-2021 yang sebesar 26,43%. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, penurunan DSR tier-1 pada periode tersebut menunjukkan kemampuan membayar Utang Luar Negeri (ULN) dan bunga ULN makin besar. “Jadi, sebetulnya makin turun rasio, berarti kemampuan Indonesia makin besar dalam membayar ULN pokok dan bunga ULN,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Selasa (16/11). 

Riefky bilang, penurunan rasio pembayaran utang pada kuartal III-2021 ini bukan karena penurunan ULN Indonesia. Pasalnya, BI pun mencatat posisi ULN pada kuartal III-2021 sebesar US$ 423,1 miliar atau naik dari US$ 415,9 miliar pada kuartal II-2021. 


Nah, penurunan rasio pembayaran utang pada periode Juli 2021 hingga September 2021 tersebut lebih disebabkan oleh adanya peningkatan penerimaan dalam neraca transaksi berjalan. “Karena, perhitungan rasio pembayaran utang ini adalah pembayaran pokok utang plus bunga dibandingkan dengan neraca transaksi berjalan bagian penerimaan,” jelasnya. 

Baca Juga: Permintaan kredit menggeliat, bank bisa melirik pendanaan lewat penerbitan obligasi

Salah satu penyebab penerimaan transaksi berjalan Indonesia meningkat pada kuartal III-2021 ini adalah surplus neraca perdagangan yang jumbo. 

Seperti kita ketahui, neraca perdagangan Indonesia pada kuartal tersebut tercatat sebesar US$ 13,24 miliar atau lebih tinggi dari surplus neraca perdagangan pada kuartal II-2021 yang sebesar US$ 6,31 miliar. Ini didorong oleh peningkatan harga komoditas sehingga membawa angin segar bagi performa ekspor Indonesia. 

Lebih lanjut, penurunan DSR tier-1 ini kemudian membawa sinyal positif pada perbaikan peringkat utang Indonesia. Namun, Riefky tak yakin penurunan rasio pembayaran utang akan terus terjadi, mengingat penerimaan yang bisa berkurang karena adanya normalisasi harga komoditas. 

Ini akan mempengaruhi nilai ekspor, kemudian berpengaruh pada nilai surplus neraca perdagangan, dan imbasnya pada penerimaan neraca transaksi berjalan. 

Riefky pun menenangkan, saat ini menurunkan DSR tier-1 baiknya tidak jadi fokus utama pemerintah. Pemerintah tetap harus fokus dalam proses pemulihan ekonomi, yang salah satu sumber dananya memang dari utang. “Jangan sampai fokus jaga DSR tier-1 tetapi proses pemulihan terganggu. Jadi, tetap prioritas utama adanya menggunakan utang dengan bijak untuk pemulihan ekonomi,” tandasnya. 

Selanjutnya: Utang luar negeri swasta naik, pertanda apa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .