KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga bitcoin tampaknya masih berada dalam tren menurun. Mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia tersebut masih anteng bergerak di kisaran US$ 20.000. Melansir data
Coinmarketcap, pada Senin (18/7/2022) pukul 08.05 WIB, bitcoin diperdagangkan dengan penurunan 1,92% menjadi US$ 20.875,28 dalam 24 jam terakhir. Mengutip
Forbes, analis JPMorgan telah memperingatkan bahwa biaya produksi bitcoin telah turun lebih dari US$ 10.000 per bitcoin hanya dalam waktu sebulan. Kondisi ini menurut mereka berpotensi menghapus kapitalisasi pasar bitcoin senilai US$ 160 miliar dari kapitalisasi pasar bitcoin saat ini yang mendekati US$ 400 miliar.
"Biaya produksi dirasakan oleh beberapa pelaku pasar sebagai batas bawah kisaran harga bitcoin di pasar bearish," tulis strategist JPMorgan yang dipimpin oleh Nikolaos Panigirtzoglou dalam catatan minggu ini yang pertama kali dilaporkan oleh
Bloomberg. Biaya untuk "menambang" satu bitcoin telah jatuh lebih dari US$ 10.000, dari sebelumnya US$ 24.000 pada awal Juni menjadi sekitar US$ 13.000 sekarang. Menurut perkiraan JPMorgan, hampir seluruhnya didorong oleh penurunan penggunaan listrik seperti yang diproksi oleh Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index (CBECI).
Baca Juga: Vladimir Putin Larang Pembayaran dengan Kripto di Rusia, Ini Alasannya "Penurunan ke US$ 13.000 akan menunjukkan penurunan harga 35% lebih lanjut dari level US$ 20.000 saat ini," tulis JP Morgan. Harga bitcoin telah bergerak di sekitar level US$ 20.000 per bitcoin sejak jatuh dari level support sebelumnya di US$ 30.000 pada awal Juni. Kondisi ini semakin memberikan tekanan pada perusahaan crypto yang menghadapi krisis likuiditas. Tingkat harga bitcoin US$ 20.000 yang diawasi dengan ketat secara psikologis penting karena merupakan puncak dari kenaikan bitcoin akhir tahun 2017. "Meski jelas membantu profitabilitas penambang dan berpotensi mengurangi tekanan pada penambang untuk menjual kepemilikan bitcoin untuk meningkatkan likuiditas atau untuk deleveraging, penurunan biaya produksi mungkin dianggap negatif untuk prospek harga bitcoin ke depan," tulis para analis. Peringatan JPMorgan terbaru datang setelah bank investasi ini mengatakan pada bulan lalu tentang apa yang disebut penambang bitcoin dapat dipaksa untuk menjual bitcoin mereka demi memenuhi biaya, sehingga berpotensi mendorong harga bitcoin lebih rendah.
Baca Juga: Jangan Berinvestasi Kripto Jika Tak Mau Ambil Risiko Bakal sentuh US$ 10.000
Sementara itu, sejumlah analis menilai, harga bitcoin akan terus melorot, bahkan bisa mencapai level US$ 10.000. "Lebih mudah untuk memahami Bitcoin mencapai US$ 10.000 daripada US$ 30.000,” jelas Michael Safai, pendiri dan mitra pengelola Dexterity Capital mengatakan kepada Fortune.
Dia menambahkan kualifikasi bahwa pergerakan harga Bitcoin akan ditentukan oleh situasi ekonomi makro yang lebih luas. Safai menambahkan bahwa laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang lebih tinggi dari perkiraan dan kekhawatiran atas kenaikan suku bunga di masa depan menciptakan kelemahan jangka pendek lebih lanjut untuk Bitcoin. Hal ini mengingat prospek resesi, dampak yang akan terjadi pada saham yang terus dilacak oleh Bitcoin; dan relatif tidak adanya kabar baik untuk kripto. “Crypto mungkin tidak terlalu peduli dengan The Fed, tetapi pasar saham peduli, dan ke mana ekuitas pergi, Bitcoin mengikuti,” kata Safai.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie