KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara umum masih bisa bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari kredit yang masih berhasil tumbuh dengan likuiditas yang terjaga aman. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit BPR per Mei 2021 tercatat sebesar Rp 113,34 triliun atau tumbuh 2,26% secara year on year (YoY) dari Rp 110,83 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 109,43 triliun, tumbuh 10% dari Rp 99,44 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Dari total DPK, tabungan mencapai Rp 32,01 triliun atau tumbuh 6,4% YoY. Jumlah BPR mencapai 1.496 bank atau sudah berkurang dari akhir tahun lalu yang tercatat sebanyak 1,506 bank. Total aset BPR per Mei 2021 mencapai Rp 157,39 triliun, meningkat 7,9% dari 145,8 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Jika mengacu pada data tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan, posisi industri BPR masih mampu bertahan meskipun belum pulih dari dampak Covid-19. Sektor UMKM yang menjadi pangsa pasar BPR belum sepenuhnya bangkit dari tekanan pandemi tersebut. "Likuiditas BPR juga masih sehat dimana Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR tercatat 81,6%. Jadi ceruk likuiditas masih cukup dalam mendukung ekspansi kredit," kata Joko kepada KONTAN, Kamis (26/8).
Baca Juga: Simak cara pendirian bank digital dalam POJK 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum Joko melihat ada harapan dan peluang yang lebih baik untuk pertumbuhan bisnis BPR hingga akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang tumbuh baik memberikan kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi. Tahun ini, target utama BPR memang lebih pada menjaga agar tetap survive di tengah tekanan pandemi sehingga pertumbuhan kreidt yang dibidik juga konservatif yakni sekitar 3%-5%. Menurut Joko, kebijakan restrukturisasi Covid-19 yang dikeluarkan OJK sangat membantu BPR bisa bertahan menghadapi pandemi ini. Sejak tahun lalu, BPR maupun BPR sudah melakukan restrukturisasi krediy untuk membantu para UMKM binaan mereka bisa bangkit lagi. Direktur Bisnis BPR Hasamitra Made Semadi mengakui bahwa tantangan yang dihadapi BPR saat ini cukup berat karena ekspansi kredit tidak bisa didorong di tengah kondisi sektor rill yang tidak jalan. Para pemilik modal justru memarkir dananya di bank karena kesulitan mengelola usaha. Itu yang membuat DPK perbankan terus meningkat. BPR Hasamitra selama pandemi terutama di tahun 2021 ini hanya mampu menyalurkan kredit sekitar Rp 40 miliar -Rp50 miliar. Padahal sebelum pandemi, kata Made, pihaknya bisa menyalurkan kredit sekitar Rp 70 miliar -Rp 80 miliar per bulan. "Pertumbuhan kredit saat ini palingan berkisar Rp 5 miliar saja per bulan karena disamping run off angsuran cukup tinggi juga pelunasan kredit lumayan tinggi pula per bulan. Per Agustus, kredit kami hanya tumbuh 3,5% dari saldo akhir Desember 2020." ungkap Made. Kendati demikian, BPR Hasamitra masih tetap optimis target pertumbuhan kredit sebesar 15% tahun ini bisa dikejar seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi.
Dorong digitalisasi
Digitalisasi layanan perbankan saat ini merupakan suatu keniscayaan. Oleh karena itu, BPR juga harus mempersiapkan diri dalam melakukan digitalisasi agar bisa tetap bertahan. Perbarindo telah menginisiasi tiga langkah bagi BPR melakukan transformasi digital.
Pertama, melakukan kerjasama dengan fintech. Tahap awal, kerjasama yang disiapkan adalah pola channeling dimana BPR akan jadi super lender dan fintech akan bertindak untuk mengakuisisi borrower. Untuk memitigasi resiko, keduanya juga akan menggandeng perusahaan asuransi untuk penjaminan kredit. Joko mengatakan, pengembangan pola kerjasama ini sedang dalam proses piloting. Ada beberapa anggota Perbarindo yang sudah melakukan kerjasama dengan fintech. "Setelah piloting baru akan resmi diluncurkan. Ditargetkan ini bisa diluncurkan dalam waktu dekat," ujarnya.
Kedua, Perbarindo bekerjasama dnegan Finnet Indonesia mengembangan BPR e-Cash. Ini semacam uang elektronik berbasis mobile web. Dengan ini diharpkan, BPR bisa melayani nasabah secara digital melalui smartphone. Joko bilang, layanan itu bisa digunakan untuk isi pulsa, kirim uang, dan lain-lain.
Ketiga, BPR Digi. Ini merupakan aplikasi mobile mirip mobile banking namun hanya bisa digunakan untuk layanan dasar seperti cek saldo dan tidak bisa transfer dana. Bank Hasamitra saat ini sedang melakukan melakukan penjajakan kerjasama dengan fintech dalam penyaluran kredit. "Dalam waktu dekat kami akan kerjasama dengan Danamas. Ini sudah inggal menunggu tanda tangan PKS saja," kata Made.
Selain itu, bank ini telah menyiapkan rencana lain menuju transformasi digital. Perseroan sedang mengajukan izin mengembangkan mobile banking ke Bank Indonesia (BI) Made bilang, fitur mobile banking tersebut nantinya terdiri dari pembukaan deposito online, pembukaan tabungan online, penarikan tunai di ATM tanpa kartu, pembayaran, dan pembelian. "Pemenuhan digitalisasi BPR memang tantangannya di regulasi sebab semua mesti berproses. Semoga dalam waktu dekat izin mobile banking ini sudah bisa keluar," imbuh Made.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat