KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan konsolidasi dana pensiun pelat merah yang akan dilakukan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan penyatuan pengelolaan investasi, bukan penyatuan perusahaan. Seperti diketahui, Kementerian BUMN saat ini sedang melakukan bersih-bersih pada dana pensiun pelat merah, karena 70% dari 48 dana pensiun yang ada tidak sehat atau masuk tingkat pendanaan 2 dan 3. Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK mengatakan, ada tiga aktivitas dana pensiun yakni menerima iuran, menginvestasikan dana yang terkumpul, dan melayani manfaat pensiun.
Ia bilang, aktivitas dana pensiun BUMN yang paling bermasalah ada pada level kedua karena tidak semua pengurus dan pengawasnya memiliki keahlian dalam bidang investasi. "Mereka yang ditaruh di dana pensiun adalah pensiunan dari bidang konstruksi dan sektor riil. Mereka gak punya ekspertise, saat ada orang membujuk untuk masuk investasi tertentu, mereka mau, atau ada pendiri yang menginterpensi dengan menyuruh membeli aset milik pendiri. Jadi, inisiatif kementerian itu adalah menyatukan dana pengelolaan investasi, tanpa menyatukan dana pensiunnya." ungkap Ogi dalam forum diskusi di Jakarta, Selasa (10/10).
Baca Juga: Tunggakan Iuran Pendiri 12 Dana Pensiun Bermasalah Mencapai Rp 3,61 Triliun Dia menyebut bahwa Kementerian BUMN sudah membentuk tim restrukturisasi dana pensiun yang dibantu oleh konsultan. Namun, OJK belum menerima usulan final mengenai langkah untuk melakukan konsolidasi tersebut. Dari pembicaraan awal yang dilakukan dengan OJK, lanjut Ogi, Kementerian BUMN akan menggunakan tolak ukur dari dana pensiun yang ada di negara lain. Salah satunya, dari Kanada dimana pengelolaan dana dilakukan oleh satu lembaga. Pengelolaan investasi dana pensiun tersebut bisa saja dilakukan oleh
holding asuransi dan penjaminan BPUI. Hanya saja, konsep tersebut belum menemukan solusi bagaimana jika terjadi risiko investasi. "Kalau terjadi risiko, siapa yang bertanggung jawab. Ini harus ada program yang dilakukan. Kalau investasinya dilakukan pada instrumen berisiko rendah itu aman sebenarnya, tapi kalau pada instrumen berisiko, siapa yang tanggung jawab," imbuh Ogi.
Dana Pensiun Bermasalah
Sementara itu, Ogi menekankan bahwa tidak benar bahwa dana pensiun BUMN bermasalah mencapai 70%. Jumlah tersebut hanya gabungan dari dana pensiun yang masuk dalam tingkat pendanaan 2 dan 3. "Menteri BUMN hanya menggabungkan tingkat pendanaan 2 dan 3. Untuk tingkat 2 sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Tingkat pendanaan 2 ini dana pensiun mampu memenuhi solvabilitas jangka pendek, namun belum memenuhi aktuaria jangka panjang," jelas Ogi. Ia menjabarkan, saat ini terdapat 138 dana pensiun pemberi kerja Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), baik BUMN maupun non BUMN. Sebanyak 59 masih dalam kategori fully funded atau tingkat pendanaan 1. Lalu ada 34 dana pensiun yang masuk kategori tingkat pendanaan 2 dan 45 masuk tingkat pendanaan 3.
Baca Juga: Menengok Investasi Saham Sejumlah Dapen BUMN, Ada yang Nyangkut Hingga Menahun Sebanyak 12 dana pensiun yang saat ini masuk pengawasan khusus merupakan bagian dari 45 yang masuk dalam tingkat pendanaan 3. Mereka belum bisa memenuhi solvabilitas jangka pendek maupun jangka panjang. Sebelumnya, empat perusahaan dana pensiun BUMN dilaporkan ke Kejaksaan Agung. Laporan ini lantaran berdasarkan hasil audit empat Dapen tersebut terindikasi dugaan korupsi (fraud). Adapun keempat Dapen BUMN yang terindikasi korupsi tersebut di antaranya, Inhutani, PTPN, Angkasa Pura I dan Dapen RNI atau ID Food. Di mana dari hasil audit dengan tujuan tertentu terdapat kerugian negara sebesar Rp 300 miliar. Khusus untuk dana pensiun Inhutani telah dibubarkan pada tahun 2021 dan saat ini dalam proses penyelesaian likuidasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk