KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan produksi bawang putih di Indonesia. Salah satunya dengan mewajibkan importir menanam bawang putih seperti yang diatur dalam Permentan No 38 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Pieko Nyoto Setiadi mengatakan importir siap untuk melakukan wajib tanam tersebut. Hanya saja, menurutnya ada beberapa permohonan yang diajukan importir untuk bisa menjalankan kewajiban ini.
Pertama, importir meminta ada kesesuaian antara RIPH yang diajukan dengan Surat Persetujuan Impor (SPI). Pasalnya, dalam Permentan No 38/2017 pasal 36 ayat 1 dinyatakan penanaman bawang putih yang dilakukan minimal menghasilkan produksi 5% dari volume permohonan RIPH per tahun. "Bila SPI yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan tidak seimbang dengan yang diminta, maka seyogianya mohon diberikan pengecualian yaitu sesuai dengan SPI yang diminta. Ini juga supaya importir tidak ada alasan untuk tidak menanam," jelas Pieko kepada Kontan.co.id, Minggu (18/3). Menurut Pieko, Kementerian Perdagangan memiliki alasan dalam memberikan persetujuan pengajuan SPI. Pasalnya, bila impor berlebihan, maka harga bawang putih di dalam negeri akan terus menurun.
Kedua, importir meminta ada kemudahan mendapatkan bibit dan waktu kewajiban tanam diperpanjang hingga September 2018. Sebab, masa panen bawang putih baru berlangsung pada April. Sementara, untuk bisa menjadikan bawang putih sebagai benih maka dibutuhkan waktu setidaknya empat bulan. Menurut Pieko, saat ini benih bawang putih tidak bisa didapatkan dengan mudah. Benih yang diproduksi dalam negeri masih kurang dalam memenuhi kebutuhan tanam dan harganya tinggi. Akibat kelangkaan ini, akhirnya banyak bibit-bibit yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan beredar di pasaran. Penyediaan lahan juga terkendala karena banyak petani yang masih menggunakan lahan dengan sistem kontrak, sehingga sulit untuk meminta petani beralih ke komoditas bawang putih.
Menurut Pieko, petani harus menunggu sampai masa kontraknya berakhir terlebih dulu sehingga importir bisa memberikan penawaran baru. "Waktu tanam tahun 2017 batasnya sampai Juli. Sementara, bibit sulit didapatkan dan lahan juga sulit dicari. Bila diperpanjang sampai September 2018 kami bisa mendapat bibit dan mencari lahan yang sesuai," ujar Pieko. Pieko menambahkan, importir mendukung rencana pemerintah ini. Karena dengan begitu ketergantungan atas impor akan berkurang. "Menjual bawang putih impor dan lokal juga harganya sama, yang penting barangnya tersedia," tandas Pieko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi