BANDUNG. Empat siswa sekolah menengah atas dari Depok mengelilingi Predator, sebutan pesawat tanpa awak buatan mereka sendiri. Bentuknya menyerupai pesawat tanpa awak MQ-9 Reaper, pesawat pemburu dan pembunuh yang digunakan angkatan bersenjata Amerika Serikat. Bedanya, teknologi dan kemampuan yang dimiliki Predator tak secanggih MQ-9. Apalagi Predator belum teruji berapa lama dan jelajahnya di udara. Empat siswa itu sedang berusaha memperbaiki pesawat yang mereka kerjakan hanya dalam waktu sepekan. Predator memiliki baling-baling di ekor pesawat. Baling-baling itu digerakkan motor, yang tenaganya berasal dari setruman baterai. Pesawat ini dilengkapi dengan kamera di bagian moncong dan alat
global positioning system (GPS) di bagian punggung.
"Bisa juga kalau bawa bom, tapi yang memiliki berat beberapa gram saja," kata Rendy Devara sembari tersenyum ketika ditemui pada Indonesian Aerial Robot Contest 2012 di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung, Jumat (2/11). Rendy adalah satu di antara empat pembuat pesawat itu. Selain berfungsi untuk kelengkapan kontes tersebut, kamera bisa dimanfaatkan untuk memantau kondisi di darat dari udara, misalnya memantau kemacetan jalan atau daerah yang terkena bencana. Bahkan bisa memantau pergerakan musuh. Kamera ini nantinya disambungkan dengan layar di darat. GPS sendiri berfungsi untuk mengetahui titik letak pesawat. "Kita bisa tahu letak gambar yang terekam kamera. Jadi, pesawat bergerak ke mana pun, tetap terpantau letaknya," kata siswa SMA Negeri Depok ini. Untuk merakit Predator, termasuk dengan penggerak pesawat yang melalui remote control, mereka hanya membutuhkan dana sekitar Rp 5 juta. Kayu balsa dan tripleks adalah bahan yang dipilih untuk Predator agar lebih mudah diterbangkan dan dikendalikan. Rendy Devara, Muhammad Hafizh, Muhammad Irfan, dan Miftahul Khoiri sama- sama menyukai teknologi. Selain belajar dari internet, keempat siswa ini juga menjadi anggota ekstrakurikuler Smada Robotic Club di Depok. Rendy dan tiga temannya itu merupakan satu di antara 26 tim yang mengikuti lomba yang diadakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2 sampai 4 November. Mereka akan berlomba dalam dua tahap, yaitu dropping dan ketahanan. Panitia Indonesian Aerial Robot Contest 2012, Ryan Fadhilah, mengatakan, sebenarnya ada 30 tim peserta. Namun, empat tim di antaranya didiskualifikasi karena tidak memenuhi persyaratan awal lomba.
"Jadi, hanya 26 tim peserta, dari kalangan SMA, mahasiswa, dan umum yang berasal dari berbagai kota. Hari pertama adalah penilaian validasi, seperti struktur pesawat dan sistemnya. Kalau tidak memenuhi validasi, ya tidak bisa ikut tahap selanjutnya," ujarnya. Selain validasi, peserta juga harus melakukan presentasi di depan juri tentang pesawat yang mereka buat. Setelah itu, pesawat bisa diujicobakan untuk terbang dan mengambil gambar pada titik yang sudah ditentukan. Peserta harus bisa mengobjekkan gambar di darat. "Intinya adalah dropping dan ketahanan. Dropping adalah menjatuhkan sesuatu dari pesawat dan ketahanan itu bagaimana pesawat bisa bertahan di udara. Even ini adalah yang kelima dan memperebutkan total hadiah Rp 50 juta," kata Ryan. (
Tribun Jabar) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri