Ini prospek harga aluminium selanjutnya



JAKARTA. China menutup sejumlah smelter daur ulang aluminium yang menghasilkan polusi tinggi di Shandong. Penutupan sejumlah smelter ini menurunkan kapasitas produksi hingga 9%. 

Tak hanya itu, kebijakan larangan impor komoditas logam daur ulang turut mengerek harga aluminium di pasar global. "China akan menerapkan kebijakan larangan impor untuk segala macam logam yang China sebut masuk kategori tujuh," jelasAndri Hardianto, analis Asia Tradepoint Futures kepada KONTAN, Rabu (9/8).

Metal kategori tujuh adalah jenis scrap metal atau logam hasil daur ulang. Maka perdagangan logam China akan beralih ke hasil smelter alias pemurnian. "Pembatasan impor ini untuk aluminium daur ulang, bukan untuk core," jelas Andri.


Mengutip Institut Aluminium Internasional (IAI), total produksi China hingga Juni 2017 sejumlah 2,93 juta metrik ton yang terlapor. Sedangkan produksi global mencapai 5,18 juta metrik ton. 

Melihat sentimen-sentimen tersebut, Andri meyakini harga aluminium akan menguat dalam jangka waktu menengah. Secara teknikal, posisi moving average (MA) berada di atas dengan indikator MA50, MA 100 dan MA200 di posisi buy yang menunjukkan tren bullish. Indikator moving average convergence divergence (MACD) menunjukkan sinyal buy dengan parameter garis positif. Stochastic di posisi sell dan relative strength index (RSI) di level 14.

Andri memperkirakan, harga aluminium akan bergerak pada US$ 1.990 - US$ 2.100 per metrik ton dalam sepekan dan bisa mencapai US$ 2.200 per metrik ton pada kuartal ketiga ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati