KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga emas di pasar spot pulih lebih dari 1% dan diperdagangkan di kisaran US$2.660 per ons troi pada Selasa (1/10). Emas berpotensi lanjutkan tren
bullish seiring eskalasi konflik di Timur Tengah. Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menyebutkan, pemicu utama dari kenaikan harga emas yakni invasi darat yang dilakukan oleh pasukan Israel ke Lebanon.
Situasi ini membuat permintaan untuk aset
safe haven seperti emas, melonjak karena para investor berusaha melindungi kekayaan mereka di tengah ketidakpastian global.
Baca Juga: Harga Emas Antam Melonjak Rp 12.000 Jadi Rp 1.464.000 Per Gram Pada Hari Ini (2/10) "Emas berpotensi melanjutkan tren bullish dalam waktu dekat. Berdasarkan indikator teknis Moving Average yang terbentuk saat ini, terlihat bahwa momentum bullish kembali menguat pada XAU/USD," ujar Nugraha dalam risetnya, Rabu (2/10). Nugraha memperkirakan bahwa harga emas berpotensi naik hingga US$2.680 per ons troi pada perdagangan hari ini, Rabu (2/10). Namun, jika terjadi pembalikan arah atau reversal, emas dapat mengalami koreksi dan turun menuju target terdekat di US$2.650 per ons troi. Menurut dia, konflik yang semakin memanas di Timur Tengah memainkan peran penting dalam pergerakan harga emas. Setelah serangan rudal dari Iran ke Israel sebagai bentuk pembalasan atas agresi Israel di Lebanon, ketegangan pun semakin memuncak. Iran menembakkan lebih dari 180 rudal balistik, yang menurut Korps Garda Revolusi Iran adalah tindakan balasan terhadap pembunuhan para pemimpin militan yang didukung Iran, Hizbullah.
Baca Juga: Harga Emas Naik Lebih dari 1% Setelah Iran Menyerang Israel Meski serangan ini tidak menimbulkan korban di pihak Israel, ketegangan yang meningkat tetap mempengaruhi pasar keuangan global. "Dalam situasi ini, emas kembali menjadi aset yang diincar oleh investor sebagai perlindungan dari ketidakpastian geopolitik," imbuh Nugraha. Kenaikan harga emas ini sejalan dengan lonjakan indeks dolar AS, yang mengalami kenaikan tajam sekitar 0,5% dalam semalam menjadi 101,2, tertinggi sejak 25 September. Kenaikan dolar ini juga didukung oleh data lowongan pekerjaan di AS yang lebih kuat dari perkiraan, sehingga memberikan dorongan tambahan bagi aset safe haven seperti emas. Namun demikian, Nugraha mengingatkan bahwa situasi geopolitik di Timur Tengah sangat tidak dapat diprediksi.
Baca Juga: PM Israel Netanyahu: Iran Membuat Kesalahan Besar dan akan Membayarnya Jika ketegangan mereda dan tidak ada eskalasi lebih lanjut, sentimen pasar bisa pulih kembali, dengan fokus bergeser pada kondisi ekonomi global. Beberapa peristiwa penting yang dapat mempengaruhi sentimen pasar termasuk debat wakil presiden AS yang dijadwalkan hari ini antara Demokrat Tim Walz dan Republik JD Vance, serta rilis data penggajian swasta AS. Secara teknis, Nugraha memproyeksi, pergerakan emas masih mengarah ke tren bullish. Emas telah berhasil kembali diperdagangkan di atas US$2.650 pada hari Rabu (2/10), menunjukkan bahwa permintaan terhadap logam mulia ini tetap kuat di tengah kekhawatiran akan meluasnya konflik di Timur Tengah. Para pelaku pasar akan terus memantau perkembangan geopolitik ini, terutama mengenai aksi lanjutan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon dan kemungkinan balasan lebih lanjut dari Iran.
Baca Juga: Harga Emas Spot Turun dari Rekor Tertinggi ke US$2.635,58 Selasa (1/10) Jika ketegangan terus meningkat, emas diperkirakan akan tetap mendapatkan dukungan dari investor yang mencari aset aman. Namun, jika situasi mereda dan fokus pasar kembali pada data ekonomi dan fundamental lainnya, kemungkinan besar emas akan menghadapi tekanan koreksi yang lebih besar.
"Oleh karena itu, penting untuk tetap waspada terhadap pergerakan harga dalam waktu dekat," tutur Nugraha. Di samping faktor geopolitik, Nugraha menambahkan, pasar juga akan memperhatikan perselisihan ketenagakerjaan di AS yang dapat mempengaruhi ekonomi global. Aksi mogok pekerja dermaga di Pantai Timur dan Gulf Coast yang dimulai pada hari Selasa diperkirakan akan mengganggu arus perdagangan laut AS, yang bisa menjadi faktor tambahan dalam volatilitas pasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto