JAKARTA. Kenaikan yield obligasi ikut berimbas terhadap industri reksadana pendapatan tetap. Diperkirakan, return produk beraset dasar surat utang tersebut akan semakin kecil. Infovesta Utama Analis Infovesta Utama Praska Putrantyo memperkirakan rata-rata return reksadana pendapatan tetap sepanjang 2015 dikisaran 6,38% hingga 7,10%. Padahal, awal tahun ini Infovesta masih berasumsi rata-rata return reksadana pendapatan tetap bisa berkisar 7% hingga 8% di 2015. "Sedangkan pertumbuhan dana kelolaan di industri reksadana pendapatan tetap sekitar 16% hingga 17% tahun ini," ujar Praska, Jakarta, akhir pekan lalu. Praska mengatakan prospek reksadana pendapatan tetap masih dibayangi oleh ketidakpastian kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat, the Fed. Selain itu, krisis utang Yunani yang dapat memicu kenaikan imbal hasil obligasi global juga akan mempengaruhi pasar obligasi domestik. Di sisi lain, makro ekonomi domestik diperkirakan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar obligasi. Dimana, laju inflasi diprediksi membaik pada semester II tahun ini. Demikian juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS serta membaiknya pertumbuhan ekonomi. Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat pasar surat utang negara (SUN) mengalami negative return sebesar minus 1,9% pada pekan pertama Juni secara week on week. Rata-rata yield SUN atau INDOBeXG-Effective yield naik sebesar 31 basis poin dari level 8,15% ke 8,47%. Level indeks effective yield tersebut sekaligus merupakan tertinggi sejak pertengahan Desember 2014. Melemahnya indeks effective yield diikuti dengan indeks clean price yang turun sebesar minus 228,7 basis poin dari 179,03 ke level 175,63. Analis IBPA Robby Rushandie dalam risetnya mengatakan bearish pasar SUN juga turut diikuti oleh menurunnya aliran dana asing. Pada pekan pertama Juni, net capital inflow di pasar SUN tercatat sebesar Rp 1,48triliun atau turun jika dibandingkan dengan net capital inflow per akhir Mei lalu yang sebesar Rp6,31 triliun. "Sejak kuartal pertama 2015 ini, asing diperkirakan masih wait and see terhadap pasar obligasi Indonesia menyusul terkontraksinya ekonomi Indonesia dan gejolak dari eksternal," ujar dia. Sementara menurunnya aliran dana asing yang masuk pada pekan ini didorong oleh terdapatnya outflow sebesar Rp 490 miliar. Kenaikan ekspektasi inflasi serta gejolak dari Eropa menjadi faktor yang mengerek kenaikan yield. Pasar obligasi pada pekan pertama Juni dikejutkan oleh kenaikan yield yang tajam dari instrumen obligasi negara Jerman, German Bund. German Bund tenor 10 tahun tercatat mengalami kenaikan yield sebesar 35,7bps dari 0,48% akhir pekan lalu menjadi 0,840%. Tertekannya yield German Bund dipicu oleh ekspektasi kenaikan inflasi zona Euro. Sebagai informasi, inflasi zona Eropa pada bulan Mei tercatat sebesar 0,3% year on year atau menunjukkan kondisi yang terus membaik setelah zona Eropa terperangkap dalam zona deflasi sejak Desember 2014. Menilik data Infovesta Utama, rata-rata return reksadana pendapatan tetap dalam satu bulan terakhir periode 12 Juni 2015 tertekan sebesar minus 0,89%. Riau Income Fund mencatat return paling jeblok sebesar minus 4,97% pada periode yang sama. Kondisi tersebut ikut memicu manajer investasi mengubah strategi investasi. Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan pihaknya memperbesar porsi cash dan melakukan trading untuk mendongkrak return. "Jadi, penyesuaian tidak harus selalu dengan mengurangi durasi obligasi," ujar Rudiyanto. Dia optimistis kenaikan yield hanya bersifat sementara akibat inflasi tinggi seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di November dan Desember 2014 lalu. Selain itu, kenaikan yield juga dipicu oleh respons pasar terhadap kebijakan suku bunga the Fed. "Sedangkan dalam jangka menengah dan panjang, inflasi Indonesia masih tetap terkendali," ujar Rudiyanto. Reksadana pendapatan tetap Panin sendiri juga tercatat minus. Seperti, Panin Dana Utama Plus 2 yang minus 0,69% dan Panin Gebyar Indonesia II yang minus 1,46.
Ini proyeksi return reksadana pendapatan tetap
JAKARTA. Kenaikan yield obligasi ikut berimbas terhadap industri reksadana pendapatan tetap. Diperkirakan, return produk beraset dasar surat utang tersebut akan semakin kecil. Infovesta Utama Analis Infovesta Utama Praska Putrantyo memperkirakan rata-rata return reksadana pendapatan tetap sepanjang 2015 dikisaran 6,38% hingga 7,10%. Padahal, awal tahun ini Infovesta masih berasumsi rata-rata return reksadana pendapatan tetap bisa berkisar 7% hingga 8% di 2015. "Sedangkan pertumbuhan dana kelolaan di industri reksadana pendapatan tetap sekitar 16% hingga 17% tahun ini," ujar Praska, Jakarta, akhir pekan lalu. Praska mengatakan prospek reksadana pendapatan tetap masih dibayangi oleh ketidakpastian kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat, the Fed. Selain itu, krisis utang Yunani yang dapat memicu kenaikan imbal hasil obligasi global juga akan mempengaruhi pasar obligasi domestik. Di sisi lain, makro ekonomi domestik diperkirakan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar obligasi. Dimana, laju inflasi diprediksi membaik pada semester II tahun ini. Demikian juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS serta membaiknya pertumbuhan ekonomi. Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat pasar surat utang negara (SUN) mengalami negative return sebesar minus 1,9% pada pekan pertama Juni secara week on week. Rata-rata yield SUN atau INDOBeXG-Effective yield naik sebesar 31 basis poin dari level 8,15% ke 8,47%. Level indeks effective yield tersebut sekaligus merupakan tertinggi sejak pertengahan Desember 2014. Melemahnya indeks effective yield diikuti dengan indeks clean price yang turun sebesar minus 228,7 basis poin dari 179,03 ke level 175,63. Analis IBPA Robby Rushandie dalam risetnya mengatakan bearish pasar SUN juga turut diikuti oleh menurunnya aliran dana asing. Pada pekan pertama Juni, net capital inflow di pasar SUN tercatat sebesar Rp 1,48triliun atau turun jika dibandingkan dengan net capital inflow per akhir Mei lalu yang sebesar Rp6,31 triliun. "Sejak kuartal pertama 2015 ini, asing diperkirakan masih wait and see terhadap pasar obligasi Indonesia menyusul terkontraksinya ekonomi Indonesia dan gejolak dari eksternal," ujar dia. Sementara menurunnya aliran dana asing yang masuk pada pekan ini didorong oleh terdapatnya outflow sebesar Rp 490 miliar. Kenaikan ekspektasi inflasi serta gejolak dari Eropa menjadi faktor yang mengerek kenaikan yield. Pasar obligasi pada pekan pertama Juni dikejutkan oleh kenaikan yield yang tajam dari instrumen obligasi negara Jerman, German Bund. German Bund tenor 10 tahun tercatat mengalami kenaikan yield sebesar 35,7bps dari 0,48% akhir pekan lalu menjadi 0,840%. Tertekannya yield German Bund dipicu oleh ekspektasi kenaikan inflasi zona Euro. Sebagai informasi, inflasi zona Eropa pada bulan Mei tercatat sebesar 0,3% year on year atau menunjukkan kondisi yang terus membaik setelah zona Eropa terperangkap dalam zona deflasi sejak Desember 2014. Menilik data Infovesta Utama, rata-rata return reksadana pendapatan tetap dalam satu bulan terakhir periode 12 Juni 2015 tertekan sebesar minus 0,89%. Riau Income Fund mencatat return paling jeblok sebesar minus 4,97% pada periode yang sama. Kondisi tersebut ikut memicu manajer investasi mengubah strategi investasi. Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan pihaknya memperbesar porsi cash dan melakukan trading untuk mendongkrak return. "Jadi, penyesuaian tidak harus selalu dengan mengurangi durasi obligasi," ujar Rudiyanto. Dia optimistis kenaikan yield hanya bersifat sementara akibat inflasi tinggi seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di November dan Desember 2014 lalu. Selain itu, kenaikan yield juga dipicu oleh respons pasar terhadap kebijakan suku bunga the Fed. "Sedangkan dalam jangka menengah dan panjang, inflasi Indonesia masih tetap terkendali," ujar Rudiyanto. Reksadana pendapatan tetap Panin sendiri juga tercatat minus. Seperti, Panin Dana Utama Plus 2 yang minus 0,69% dan Panin Gebyar Indonesia II yang minus 1,46.