KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah emiten penghasil minyak kelapa sawit atau
crude palm oil (CPO) seperti PT Salim Ivomas Pratama Tbk (
SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP) tertekan harga jual CPO yang rendah pada tahun lalu. Penjualan LSIP atau Lonsum pada 2018 mencapai Rp 4,02 triliun atau turun 15,2% secara
year on year (yoy). Bahkan, laba bersih LSIP merosot 54% menjadi Rp 311,36 miliar. SIMP mencatatkan penurunan penjualan 10% menjadi Rp 14,19 triliun tahun lalu. Harga CPO Salim Ivomas pada semester II 2018 berada pada posisi terendah dalam kurun beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, harga jual CPO SIMP turun 15% dibandingkan dengan 2017. Alhasil SIMP mencatat rugi bersih Rp 76,57 miliar.
Analis Artha Sekuritas Indonesia Juan Harahap mengatakan, tantangan yang mempengaruhi kinerja emiten-emiten CPO termasuk LSIP dan SIMP adalah harga CPO. "Soalnya harga CPO saat ini masih tertekan," kata Juan, pada hari ini (28/2). Juan pun menambahkan bahwa hal ini terjadi karena masih terjadi
oversupply yang bisa dilihat dari terus meningkatnya cadangan CPO. Di sisi lain, ia bilang secara umum sektor CPO masih prospektif karena ada kebijakan pemerintah seperti B20 dan penghentian sementara atau moratorium soal perluasan lahan dan evaluasi perkebunan sawit. "Bila implementasi B20 sudah berjalan 100%, maka akan sangat baik untuk sektor ini. Lalu dengan adanya moratorium membuat emiten harus ekspansi dengan cara akusisi lahan yang sudah ada ijin sehingga ada potensi kenaikan harga CPO ke depan," imbuh Juan. Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas juga mengungkapkan bahwa kinerja emiten sektor perkebunan yang negatif adalah imbas dari tren harga CPO yang turun. "Sekarang CPO masih dihadapkan dengan berbagai isu dan tantangan. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu Indonesia, Malaysia dan Kolombia Bersatu Hadapi Kampanye Hitam CPO Uni Eropa. Para Menteri yang bertanggung jawab atas isu industri kelapa sawit tergabung dalam Ministerial Meeting Of Council Of Palm Oil Producing Countries (CPOPC)," paparnya. Lebih lanjut ia juga sepakat bahwa kinerja SIMP dan LSIP mengalami penurunan signifikan di akhir 2018. "LSIP mencatatkan rasio NPM di level 8,24% masih di bawah rata-rata industri yang sebesar 8,76%, ini masih oke. Sedangkan SIMP rugi sehingga menghasilkan NPM -0,53%," lanjut dia.
Sukarno menambahkan bahwa prospek ke depannya diharapkan permintaan domestik semakin membaik dan penerapan B20 bisa maksimal. "Lalu sentiment positif lainnya kedua capres, sama-sama ingin memaksimal CPO dalam negeri sehingga bisa meningkatkan permintaan," ujarnya. Dari sisi saham, ia rekomendasikan beli saham LSIP dengan target harga untuk jangka pendek di level Rp 1.290 hingga Rp 1.315 per saham. Sedangkan untuk SIMP juga dianjurkan untuk beli di level Rp 515 per saham. "Tapi tetap
wait and see gunakan momentum teknikal dan perhatikan kondisi harga komoditas CPO itu sendiri," kata Sukarno. Hari ini, harga saham LSIP turun 2,79% ke level Rp 1.220 per saham. Sedangkan harga saham SIMP turun 2,06% ke Rp 476 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati