KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) belum lama ini merilis hasil
assessment terhadap perekonomian Indonesia dalam laporan bertajuk Article IV Consultation tahun 2019. Meski secara keseluruhan perekonomian Indonesia dinilai positif, IMF menyoroti kinerja penerimaan negara yang masih rendah, terutama pajak. Untuk mengatasi itu, IMF merekomendasikan Strategi Penerimaan Jangka Menengah atau
Medium-Term Revenue Strategy (MTRS) untuk diterapkan pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Baca Juga: IMF soroti rendahnya kinerja penerimaan pajak Indonesia MTRS, menurut IMF, mewakili peta jalan reformasi sistem perpajakan yang komprehensif. “MTRS menyentuh hampir semua aspek perpajakan, termasuk PPN, cukai, PPh Badan, PPh Orang Pribadi, pajak properti dan administrasi pajak,” terang IMF. Pertama, reformasi administrasi perpajakan. IMF mengakui pemerintah Indonesia telah membuat kemajuan dalam hal mereformasi administrasi perpajakan. Namun, reformasi ini harus terus dijalankan secara konsisten dan intensif karena butuh waktu untuk melihat efektivitas kebijakan reformasi ini. Kedua, reformasi perpajakan dengan merampingkan sistem perpajakan. IMF menilai, semakin sederhana sistem pajak, maka semakin efisien dan tingg pula tingkat kepatuhan. Hanya saja, reformasi ini memang membutuhkan revisi payung hukum perpajakan Indonesia.
Baca Juga: Belum juga setor SPT? Siap-siap saja hadapi kejaran Ditjen Pajak Ketiga, memperluas basis pajak yang sudah berlaku. IMF menyarankan pemerintah untuk tidak menurunkan batas (threshold) PPN baik secara umum maupun untuk UMKM, sebelum menghapus kebijakan pembebasan PPN dan merampingkan PPh Badan. Keempat, kebijakan meningkatkan tarif pajak atau mengenakan tarif pajak baru untuk meningkatkan penerimaan secara substansial. Namun, IMF mengakui, kebijakan ini mungkin paling sulit diimplementasikan. Sebelum mencapai tahap kebijakan tersebut, IMF menyarankan pemerintah untuk menghapus subsidi BBM sebelum mengenakan cukai terhadap BBM, menghapus pembebasan PPN dan menurunkan batas (threshold) PPN sebelum menaikkan tarif PPN, serta memastikan kekuatan jaring pengaman sosial untuk melindungi kelas bawah di tengah kebijakan menaikkan tarif pajak.
Baca Juga: Waduh, target pelaporan SPT tahunan terancam gagal tercapai, ini upaya Ditjen Pajak "Menerapkan MTRS merupakan pergeseran kebijakan fiskal yang besar dan berpotensi menjadi tonggak sejarah dalam pembangunan ekonomi Indonesia,” terang IMF. Meski demikian, karena menyentuh banyak kepentingan dan akan menciptakan pihak kalah dan menang, setidaknya dalam jangka pendek, reformasi pajak MTRS ini diakui akan menghadapi perlawanan dari berbagai kelompok.
Oleh karena itu, IMF menyarankan pemerintah untuk menerapkan reformasi pajak atau MTRS secara bertahap. “Karena MTRS mencakup kebijakan perpajakan dan reformasi administrasi perpajakan secara komprehensif, tantangan implementasi membutuhkan prioritas dan urutan yang cermat,”
Baca Juga: Sri Mulyani akui tidak mudah memutuskan Tax Amnesty kedua Adapun, MTRS tersebut oleh IMF dinyatakan mestinya mampu meningkatkan pendapatan negara sekitar 5% dari PDB selama lima tahun ke depan, untuk membiayai belanja prioritas infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi