KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang tahun 2021, sejumlah investor mulai menyiapkan portofolio investasinya. Infovesta Utama dalam laporan mingguannya telah memberikan beberapa faktor yang perlu diperhatikan investor dalam menyambut tahun 2021. Setelah terpuruk pada tahun ini, banyak kalangan memperkirakan tahun depan akan menjadi tahunnya investasi saham. Sejumlah berita positif pun membuat pasar saham lebih atraktif jelang akhir tahun ini.
Head Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi mengatakan, dalam dua bulan terakhir, vaksin Covid-19 terus menunjukkan perkembangan positif seperti lolos uji klinis, didistribusikan, bahkan sudah mulai ada vaksinasi di beberapa negara.
Hal tersebut pada akhirnya meningkatkan optimisme investor menyambut tahun depan, dengan
risk appetite yang kembali naik. Alhasil, saham pun dinilai jadi pilihan investasi utama.
Baca Juga: Inilah analisa investasi yang menguntungkan tahun 2021 menurut Commonwealth Bank Reza optimistis, tahun depan akan menjadi tahunnya instrumen saham. Namun, hal tersebut tergantung pada efektivitas vaksin Covid-19. Jika ternyata efektif, pada akhirnya akan meredam kekhawatiran sekaligus mempercepat gerak pemulihan ekonomi, khususnya pada sektor pariwisata. Apalagi, tahun depan suku bunga acuan masih akan tetap berada dalam tren rendah. Bahkan, Bank Indonesia (BI) dinilai masih punya ruang untuk kembali memangkas suku bunga acuan seiring angka inflasi yang rendah. Belum lagi peluang
Foreign Direct Investment (FDI) yang semakin deras seiring implementasi Omnibus Law. “Jika pemulihan ekonomi akan bergerak cepat, tentunya instrumen saham akan jadi yang paling menarik sehingga tahun depan bisa jadi tahunnya saham. Kami di HPAM memperkirakan IHSG akan naik ke level 6.700 - 7.000 sehingga
upside dari saham akan di kisaran 12%-16% pada 2021,” kata Reza kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Obligasi
Sementara untuk obligasi yang telah mencatatkan kinerja apik pada tahun disebut masih akan punya peluang yang menarik pada tahun 2021.
Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula meyakini, kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif di pasar global dan domestik untuk mendukung proses pemulihan ekonomi. Lalu, kembalinya aliran dana asing ke pasar negara berkembang untuk mencari imbal hasil di tengah rendahnya tingkat inflasi dan suku bunga bank sentral global. Selain itu, tren pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang masih akan berlanjut di 2021 karena kebijakan moneter dan fiskal AS yang tetap akomodatif. Sementara dari dalam negeri, Ezra menilai fundamental rupiah tetap baik dengan inflasi rendah, adanya ruang penurunan suku bunga, dan arus dana asing yang mulai kembali masuk sehingga meningkatkan daya tarik obligasi Indonesia walau
yield sudah turun di 2020.
Baca Juga: Indeks obligasi naik 14% tahun ini, cermati prospek untuk tahun depan “Permintaan investor lokal untuk obligasi diperkirakan akan tetap suportif di 2021, karena likuiditas pasar yang masih melimpah sementara pertumbuhan kredit masih relatif rendah. Patut diperhatikan ketersediaan dan distribusi vaksin akan menjadi perhatian pasar yang dapat menjadi katalis bagi pasar, namun juga dapat menjadi faktor risiko,” tambah Ezra. Lebih lanjut, Ezra menyebut obligasi Indonesia masih menawarkan tingkat real
yield yang menarik di antara negara berkembang lain. Sebagai gambaran, real
yield obligasi 10-tahun Indonesia saat ini di kisaran 4,6%, sementara Filipina -0,5% dan India -1,7%, yang menjadikan daya tarik tinggi bagi obligasi Indonesia. Dengan dinamika global dan domestik tersebut, Ezra memproyeksikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dapat berpotensi turun ke level 5,5% – 6,0% di 2021, sehingga masih memberikan potensi
upside bagi investasi di pasar obligasi,” tutur Ezra.
Emas
Di saat saham dan obligasi akan berada dalam jalur positif, hal sebaliknya justru akan dialami instrumen emas. Aset
safe haven ini diperkirakan akan memudar pamornya dan kinerjanya pun akan merosot. Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menyebut hal ini diakibatkan oleh meningkatnya optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi global seiring vaksin Covid-19 yang mulai didistribusikan. Dengan peluang semakin berkurangnya krisis virus ini, Alwi menilai pasar sudah mulai berharap roda ekonomi akan kembali berjalan lancar. Hal ini pun akhirnya meningkatkan sentimen
risk-on di pasar yang tercermin dari tiga indeks utama Wall Street mencetak
historical high. Kondisi tersebut membuat aset
safe haven, seperti emas ditinggalkan investor. “Kondisi ini kemungkinan akan menggerus permintaan
safe haven emas. Dengan optimisme pertumbuhan ekonomi, sentimen risk-on kemungkinan akan mendominasi di tahun 2021. Hal ini membuat daya tarik emas sebagai
safe haven semakin berkurang,” terang Alwi.
Baca Juga: Harga emas spot terus menguat ke US$ 1.894 per ons troi jelang siang ini Dengan kemungkinan memudarnya aset lindung nilai, Alwi memperkirakan emas kemungkinan akan bergerak pada kisaran $1.600 per ons troi untuk tahun depan. Ia pun merekomendasikan investor untuk menyusun portofolionya berupa 40% saham, 25% obligasi, 20% emas, dan 15% dolar AS untuk tahun depan. Sementara bagi investor dengan profil risiko moderat dan tujuan investasi yang jangka panjang, Ezra merekomendasikan bisa menyusun portofolio dengan susunan 60% pada saham dan 40% pada pendapatan tetap. Adapun Reza bilang saat ini masih jadi momen yang tepat bagi investor untuk segera menambah instrumen saham dalam portofolionya. Menyambut tahun depan, Reza menyarankan susunan portofolio investor bisa terdiri dari reksadana saham 30%, saham 20%, properti 30%, dan instrumen lainnya 20%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari