JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan evaluasi tata kelola Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain KPK, evaluasi yang juga melibatkan beberapa kementerian ini menghasilkan 40 poin pembenahan. Humas KPK Priharsa Nugraha mengatakan, beberapa poin pembenahan antara lain, pembenahan kualitas kelembagaan dan operasional Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). KPK melihat kualitas PPTKIS baru mencapai 64% karena sampai saat ini belum ada audit komprehensif, seperti manajemen, keuangan, kinerja seluruh PPTKIS, termasuk menyangkut rekruitmen, pembekalan dan pemberangkatan TKI sampai TKI kembali ke kampung halaman. Belum terbitnya peraturan pemerintah (PP) tentang pengawasan penyelenggaraan TKI dan penempatan TKI di luar negeri juga menjadi poin tersendiri. Ditambah belum terintegrasinya sistem informasi antara Kemnaker, Badan Nasional Penempatan TKI (BNP2TKI) dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) juga menjadi kendala.
Masalah lain adalah tidak tersedianya data terkait pelaksanaan pembentukan perwakilan luar negeri, serta belum diterbitkannya Permenaker tentang asuransi TKI. Juga belum adanya aturan yang mengatur mekanisme pendampingan hukum TKI bermasalah melalui advokasi. Pembenahan lain yang disarankan adalah di infrastuktur pemerintah dalam mendorong layanan dan perlindungan kepada TKI, yang saat ini hanya bernilai 55%. Priharsa dalam keterangan pers Rabu (14/1) mengatakan, masalah ini terjadi karena sejumlah faktor, antara lain belum berfungsinya sistem Whistle Blowing System (WBS) di Kemnaker. Selain itu juga belum adanya satuan tugas layanan dan perlindungan TKI di perwakilan luar negeri, belum diterbitkannya rekomendasi tindak lanjut hasil evaluasi terhadap asuransi TKI, belum diterbitkannya revisi Permenaker tentang asuransi TKI, serta belum tersedianya layanan online menyangkut klaim asuransi. Pembenahan lain terkait infrastruktur bandar udara untuk menunjang perlindungan TKI. "Ini baru mencapai 56%," katanya.