KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) diproyeksi mencetak untung besar dari rencana penerapan skema Mitra Instansi Pengelola (MIP) batubara. Selain itu, harga batubara yang lebih kuat dan pendapatan dari PLTU menambah prospek positif PTBA. Seperti diketahui, pemerintah tengah berencana menerapkan skema Mitra Instansi Pengelola (MIP) batubara. Skema iuran ini dibutuhkan guna mengatasi masalah perbedaan harga batubara ekspor dengan harga Domestic Market Obligation (DMO). Dengan adanya skema MIP, perusahaan batubara yang tidak memenuhi kewajiban pasar domestik, maka harus membayarkan iuran yang akan dikelola MIP. Kemudian, iuran tersebut akan digunakan untuk insentif kepada perusahaan batubara lain yang telah memenuhi DMO.
Analis Maybank Sekuritas Indonesia Hasan Barakwan menilai, adanya rencana perubahan regulasi pada DMO dapat memposisikan PTBA sebagai penerima manfaat utama. Perhitungan kasar Maybank Sekuritas, laba PTBA dapat meningkat lebih dari 70%, apabila MIP diterapkan. Hasan melihat, skema Mitra Instansi Pengelola ini kemungkinan akan segera terealisasi, menyusul penunjukan Bank Mandiri baru-baru ini sebagai MIP untuk memungut iuran batubara perusahaan tambang. Baca Juga:
Kinerja Bukit Asam (PTBA) Diproyeksi Cerah di Semester II-2024, Cek Rekomendasinya Nah, potensi perubahan regulasi pada DMO tersebut dapat memosisikan PTBA sebagai perusahaan tambang batubara paling diuntungkan. Hal itu karena porsi penjualan domestik PTBA lebih dari 50% per semester I-2024, dengan penjualan mereka hampir seluruhnya dipasok ke PLN. Ketika PTBA mampu menjual batubara pada harga pasar spot, maka diperkirakan adanya peningkatan substansial dalam kinerja keuangan PTBA, meskipun akan menimbulkan biaya tambahan karena biaya yang dibayarkan kepada pemerintah. "Kami berharap penerima manfaat utama dari potensi perubahan regulasi ini adalah penambang batubara dengan sebagian besar volume penjualan mereka diarahkan ke pasar domestik, seperti PTBA," ungkap Hasan dalam riset 24 September 2024. Hasan mengkalkulasi, jika skema DMO baru ini diterapkan, kompensasi batubara untuk PTBA akan positif bersih. Dengan begitu, laba bersih diperkirakan meningkat pada tahun 2025-2026 lebih dari 70%. Maybank Sekuritas memproyeksi, PTBA akan menerima kompensasi bersih sekitar US$ 213 juta karena mengasumsikan volume DMO Bukit Asam akan sekitar 18 juta ton, atau sekitar 42% dari total volume produksinya. Indo Premier Sekuritas turut meningkatkan estimasi laba bersih PTBA di tahun 2024, 2025, 2026 dengan masing-masing pertumbuhan sebesar 25%,59%,95%. Namun proyeksi tersebut lebih dititikberatkan pada potensi peningkatan margin pendapatan dari PLTU Mulut Tambang Sumsel-8, karena melihat realisasi biaya tunai lebih baik di semester I-2024. Baca Juga:
WSBP Raih Kontrak Baru Rp71,8 Miliar dari Proyek Jembatan milik Bukit Asam (PTBA) "Kami juga telah menaikkan asumsi harga batubara tahun 2026 sebesar 18% menjadi US$ 100 per ton, tetapi mempertahankan asumsi harga tahun 2024-2025 pada masing-masing US$ 120/US$ 100 per ton," jelas Analis Indo Premier Sekuritas Reggie Parengkuan dalam riset 30 September 2024. Reggie menyebutkan, masih terdapat beberapa tantangan bagi prospek bisnis PTBA di tahun ini seperti prospek harga batubara dan kerugian valuta asing (valas). Selain itu, penerapan skema MIP garis waktunya belum jelas, namun memang akan menjadi pendorong bagi PTBA kelak. Indo Premier Sekuritas memproyeksi laba bersih PTBA di kuartal ketiga akan tetap datar secara kuartalan, sebesar Rp 1,2 triliun (-2%qoq). Hal itu karena mengantisipasi porsi volume ekpor yang lebih tinggi akan mengimbangi harga jual batubara ICI 3 yang lebih rendah sebesar US$ 72 per ton. Sementara itu, volume penjualan PTBA diharapkan pulih menjadi 11 juta ton (naik 6% qoq) di kuartal ketiga 2024, menyusul pendapatan dari PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 dan pengangkutan di pelabuhan oleh pihak ketiga. Namun, hal ini berpotensi diimbangi oleh kerugian valas sebesar Rp200 miliar, yang mencerminkan apresiasi Rupiah lebih tinggi daripada level kuartal kedua. Reggie berujar, patut diantisipasi risiko persediaan akibat keterlambatan pembangunan rel kereta Tanjung Enim - Keramasan. Dengan tertundanya penyelesaian pembangunan rel kereta tersebut ke semester II 2025 dari sebelumnya kuartal II 2025, maka penumpukan persediaan diperkirakan akan terus berlanjut. Pada akhirnya, penumpukan tersebut akan menimbulkan biaya tambahan karena tingkat produksi triwulanan PTBA sekitar 11-12 juta ton melebihi kapasitas saluran distribusi eksisting yang ada sekitar 11 juta ton.
Oleh karena itu, Indo Premier Sekuritas melihat akan ada aktivitas penimbunan lebih besar lagi, yang telah mencapai 10 juta ton penimbunan hingga kuartal kedua, sampai peningkatan kapasitas angkutan batubara di jalur kereta api Keramasan bisa rampung. Hasan merekomendasikan Buy untuk PTBA dengan target harga sebesar Rp 3.500 per saham. Namun bila skema MIP batubara diterapkan yang berpotensi mengerek laba, maka estimasi nilai wajar PTBA akan meningkat menjadi Rp 4.300 per saham. Sedangkan, Reggie menyarankan
Hold untuk PTBA dengan target harga sebesar Rp 2.900 per saham. Rekomendasi ini tidak termasuk perhitungan adanya dampak skema MIP bagi kinerja PTBA. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari