Ini Rencana Pemain Fintech P2P Lending Perkuat Permodalan di Tahun Depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada platform fintech P2P lending yang ekuitasnya negatif atau jumlahnya tidak lebih dari 10% dari total penyelenggara untuk segera menambah modal.

Sebagai gambaran, OJK merilis peraturan baru yang mulai berlaku di tahun depan mengenai ketentuan ekuitas minimum. Setelah POJK baru berlaku, semua platform P2P lending wajib memiliki ekuitas minimum Rp 2,5 miliar. Besaran ekuitas diterapkan bertahap sampai nanti harus naik hingga minimum Rp 12,5 miliar.

"Pemegang saham harus punya komitmen kuat menambah modalnya. Kami melarang platform P2P lending berutang sehingga biaya operasional harus dari penambahan modal apabila ekuitas menipis," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan kepada kontan.co.id, belum lama ini.


Salah satu pemain fintech P2P lending, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia mengaku saat ini total permodalan sudah melebihi Rp 12,5 miliar yang merupakan besaran minimum yang ditetapkan OJK.

"Dengan demikian kebijakan tersebut sudah terpenuhi oleh Akseleran," kata Ivan Tambunan, CEO & Co-Founder Akseleran.

Baca Juga: Terbaru! Daftar Pinjol Resmi OJK 2021 per 17 November

Ivan menyebutkan, Akseleran telah mendapatkan beberapa investasi mulai dari seed round di 2017, pre-series A round di 2018, series A round di 2019, dan Akseleran menutup first trache dari series B round di tengah tahun ini.

"Ke depannya, Akseleran terus terbuka untuk bekerjasama dengan investor untuk memperkuat permodalan dan menambah sinergi dari waktu ke waktu," ujar Ivan.

Lebih lanjut, Ivan mengatakan, di tahun 2022, Akseleran membidik tambahan modal series B sebesar US$ 20 juta dari berbagai venture capital.

Ia menyebut, saat ini sudah ada beberapa venture capital yang mensupport Akseleran seperti Beenext, CCV (Venture Capital dari group BCA), Digital Garage Ventures, Access Ventures, Agaeti Ventures, dan investor-investor lainnya.

Setali tiga uang, fintech P2P lending Amartha juga mengatakan untuk total permodalan Amartha, pada dasarnya sudah melebihi ambang batas minimum tersebut.

CEO dan Founder PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, Amartha menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam menggalang modal pendanaan.

"Dominan kami bermitra dengan sektor perbankan seperti bank daerah, bank perkreditan rakyat, maupun bank nasional. Jumlahnya mencapai 60% dari total permodalan di Amartha," katanya.

Selain menjalin kerja sama dengan perbankan, Amartha juga menyediakan platform untuk menjangkau pendana ritel melalui aplikasi Amartha. Pendana ritel dapat mendanai mulai dari Rp 3 juta- Rp 4 juta per portofolio.

Menurut Andi, target di tahun depan masih dalam diskusi internal manajemen. Tentunya, pihaknya optimis dapat tumbuh lebih signifikan dibanding tahun 2021 ini, karena pandemi menunjukkan tren yang menurun. Amartha juga menargetkan untuk membuka titik operasional baru untuk melakukan ekspansi ke daerah lainnya. 

"Jika melihat pertumbuhan sejak kasus covid-19 pertama diumumkan, yakni Maret 2020, Amartha berhasil mencatakan pertumbuhan hingga 2,5x lipat yoy. Jadi, kami sangat optimis tahun depan bisa lebih baik lagi. Kami akan terus menjalin kerja sama dengan berbagai institusi seperti sektor perbankan. Tahun depan, strategi ini pun akan tetap kami implementasikan," jelas Andi.

Selain itu, kata Andi, pengembangan produk juga lebih digalakkan. Amartha menyediakan fitur crowdfunding atau pendanaan kolektif untuk menjangkau pendana ritel, agar menyalurkan permodalan/pendanaannya melalui platform Amartha.

Baca Juga: Pendapatan Mitra Amartha Masih Meningkat 10,5% di Masa Pandemi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat