KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera) berpotensi mengambil opsi demutualisasi untuk menyehatkan keuangan perusahaan. Skema itu juga tercantum dalam revisi Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dan telah diatur dalam Anggaran Dasar AJB Bumiputera. Sebenarnya skema demutualisasi itu sempat bergulir pada tahun lalu. Salah satunya karena adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 7 Tahun 2023 yang memberikan kewenangan bagi OJK bisa mengubah anggaran dasar perusahaan asuransi.
Baca Juga: AJB Bumiputera Punya Opsi Demutualisasi, Ini Plus Minusnya Dalam POJK tersebut, AJB Bumiputera bisa menerapkan opsi demutualisasi atau mengubah bentuk badan hukumnya. Adapun penerbitan POJK Nomor 7 Tahun 2023 merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK. Dalam Bagian Kelima BAB VII UU P2SK, tertera bahwa usaha bersama bisa mengubah bentuk badan hukum menjadi perseroan terbatas. Mengenai hal itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera 1912 Rizky Yudha menilai sebaiknya perusahaan tidak mengambil opsi mengubah bentuk usaha.
Baca Juga: Pengamat Ini Menyebut, Masalah AJB Bumiputera Disebabkan Salah Asuh dan Salah Kelola "Menurut saya sebagai perusahaan lokal dengan azas pendirian perusahaan sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, serta memiliki sejarah panjang di industri asuransi, maka selayaknya pemerintah memberi bantuan langsung tanpa harus merubah bentuk usaha. Sebab, ada mekanisme pinjaman subordinasi di dalam Anggaran Dasar Bumiputera," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/7). Rizky berpendapat perusahaan masih bisa terus berjalan, tetapi dengan catatan para organ yang ada sekarang di-PKPU terlebih dahulu. Setelah itu, diganti dengan pengendali lain atau organ yang punya kemampuan memperbaiki perusahaan atau menyehatkan.
Baca Juga: Terkait Penyehatan Keuangan, AJB Bumiputera Berpotensi Ambil Opsi Demutualisasi Sebagai informasi, OJK menyebut melalui revisi RPK, AJB Bumiputera ternyata masih memilih penyehatan dalam bentuk usaha bersama (mutual). Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan pernyataan tidak keberatan atas revisi RPK pada 1 Juli 2024. Lebih lanjut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan RPK merupakan usulan manajemen AJB Bumiputera yang telah disetujui Rapat Umum Anggota (RUA) melalui sidang luar biasa. Dalam RPK juga terdapat soal rencana perubahan badan hukum dari usaha bersama menjadi demutualisasi. "Perubahan badan hukum itu juga telah diatur dalam Anggaran Dasar AJB Bumiputera. Selain sesuai dengan ketentuan perundangan, pilihan opsi demutualisasi dilakukan Bumiputera dengan berupaya seoptimal mungkin terlebih dahulu menyehatkan perusahaan dengan skema penyehatan dalam bentuk usaha bersama (mutual)," ucapnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Kamis (11/7).
Baca Juga: AJB Bumiputera Rencanakan Penyelesaian Klaim Secara Bertahap Hingga 2027 Apabila pada batas waktu yang ditentukan dinilai tidak mampu menjalankan opsi mutual, Ogi bilang AJB Bumiputera yang telah diberikan waktu panjang untuk menyehatkan dalam skema tersebut harus menentukan opsi lain yang diatur dalam peraturan perundangan, termasuk anggaran dasar atau bisa terlaksana demutualisasi. Ogi juga menyampaikan salah satu keunggulan dari demutualisasi adalah kemungkinan penyehatan yang tidak hanya didasarkan kepada kemampuan pemegang polis yang telah ada selaku pemilik perusahaan atau setara pemegang saham. Namun, opsi demutualisasi memungkinkan adanya tambahan modal dari investor strategis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto