Ini saham-saham undervalue di tengah pergerakan liar IHSG



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar dapat mencermati saham-saham Industri Kemasan yang kebanjiran pesanan sehingga beberapa konsumen harus inden jauh hari. Belum lagi persiapan beberapa produsen mengantisipasi pulihnya tingkat konsumsi masyarakat menjelang Bulan Ramadan mendatang. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan harga komoditas seperti minyak goreng curah dan harga daging.

Denny Huang, CEO Aplikasi Platform Riset Saham Emiten.com mengatakan, sentimen penguatan Rupiah di tengah fluktuasi harga bahan baku plastik akibat naiknya harga minyak bumi serta ditopang pulihnya konsumsi penggunaan plastik untuk kemasan makanan maupun obat obatan membuat sektor kemasan menarik untuk dilirik mengingat rata rata saham kemasan ini belum bergerak signifikan di valuasi saat ini.

“Investor dapat melirik saham- saham salah harga atau undervalue untuk timeframe cepat hingga jangka panjang seperti emiten Grup Salim yakni Indopoly Swakarsa Industry TBK (IPOL) di mana kinerja positif dengan EPS tertinggi sejak 2018 ini cocok dihargai 250-300 PSR 0,4 PBV 0,47X PER 13x," kata Denny dalam siaran pers, Jumat (19/2).


Selain itu, saham Champion Pacific Indonesia Tbk (IGAR) juga bisa dicermati. Perusahaan Kemasan berusia 45 tahun ini secara valuasi layak dihargai 600-700 untuk kinerja yang terus membaik PSR 0,4x PBV 0,82 PER 7. Adapun saham Panca Budi Idaman Tbk (PBID) sudah bergerak naik 1x lipat semasa pandemi ini.

Baca Juga: IHSG dibuka negatif, simak rekomendasi buy NH Korindo Sekuritas untuk Jumat (19/2)

Denny melihat pergerakan IHSG bisa liar karena menunggu sentimen baru. Oleh karena itu, pentingnya mengetahui jadwal krusial even tertentu bila ingin melakukan trading harian jangka pendek.

“Volatil IHSG ini pasti berdampak ke saham-saham yang dipegang, belum bila stop-loss 1-2% sangat mudah tersentuh. Luangkan waktu untuk memahami lebih dalam kinerja perusahaan sehingga psikologi dan trading plan tetap terjaga," katanya.

Agung Surya Thidar, Analis Emiten.com menilai bahwa pelemahan dollar menguatkan teori Super-Cycle di mana banyak komoditas yang hampir menembus resisten 5-8 tahun ke belakang diikuti dengan naiknya kepercayaan individu dan perusahaan terhadap aset berisiko seperti crypto.

“Saham salah harga atau undervalue selalu dilihat dari sektornya terlebih dahulu, tidak mungkin salah harga terlalu lama karena pasti banyak investor yang ikut memburu. Sebagai Contoh Investor Kawakan LKH diberitakan menggenggam saham TBLA, itu karena sektor kelapa sawit belum bergerak pulih dibanding sektor lain," kata Agung.

Agung lebih melihat salah harga pada SIMP karena EPS pulih sejak 2018 dengan kondisi saat ini total asset Rp 35 triliun tetapi  yang kapitalisasi pasarnya masih di bawah Rp 7 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto