JAKARTA. Bank Indonesia resmi merilis pelonggaran aturan batas minimum uang muka alias loan to value (LTV) bagi bank konvensional atau finance to value (FTV) yang diperuntukkan bagi bank syariah. Bank Indonesia (BI) memangkas setoran uang muka atau down payment (DP) untuk permintaan kredit rumah dan apartemen serta kredit kendaraan bermotor. Aturan ini berlaku untuk cicilan baru mulai 18 Juni 2015 di bank konvensional dan juga bank syariah. Meski begitu, industri perbankan nasional sepertinya tidak terlalu optimis, bahwa stimulus berupa pelonggaran uang muka cicilan KKB dan KPR ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Direktur Consumer Retail Banking Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, Anggoro Eko Cahyo bilang, pelonggaran uang muka untuk KKB dan juga KPR tentu dapat mendorong peningkatan pertumbuhan kredit. "Namun melihat kondisi daya beli masyarakat yang melemah, kemungkinan memang permintaan pertumbuhannya tidak signifikan," kata Anggoro kepada KONTAN, Minggu (28/6). Ia menambahkan, pertumbuhan permintaan kredit khususnya KKB akan dapat lebih terdongkrak, jika ATPM memberikan diskon spesial atas pembelian kendaraan bermotor. Hal yang sama pun dilontarkan oleh Bank Rakyat Indonesia. General Manager Consumer Finance BRI, Joice Farida bilang, secara historis, berdasarkan pengalaman BRI, KKB jelang Lebaran diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih besar ketimbang KPR. "Ini lebih dikarenakan pengaruh masyarakat Indonesia yang kebiasaannya pada saat mudik, berganti kendaraan bermotor," kata Joice. Meski begitu, lanjutnya, berdasarkan data penjualan otomotif secara industri pada kuartal II-2015, masih belum terlihat adanya peningkatan yang signifikan. "Kami memperkirakan dampak relaksasi LTV untuk KKB maupun KPR, masih kecil," ujarnya. Setali tiga uang, Direktur Consumer and Retail Banking Bank Mandiri, Hery Gunardi menuturkan, kebijakan LTV dihatapkan dapat meningkatkan permintaan atas KKB dan KPR. Menurutnya, pelonggaran LTV akan membantu mendorong pertumbuhan KKB di tengah lesunya penjualan otomotif. Meski begitu, kata Hery, permintaan KKB tidak hanya dioengaruhi oleh LTV. Terdapat faktor yang mempengaruhi, berupa daya beli masyarakat itu sendiri. "Tahun ini kita dihadapkan pada situasi yang berbeda dengan tahun-tahun lalu karena daya beli nasabah sedang menurun," ucap Hery. Diharapkan pada semester II-2015, dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional yang dibantu dengan pelonggaran LTV, maka pertumbuhan KPR dan KKB lebih baik dibandingkan dengan semester I-2015. Bank dengan kode emiten BMRI ini, menargetkan pertumbuhan KKB yang sama dengan tahun 2014 kemarin. "Kalau tanpa LTV mungkin akan berat capai angka target tahun 2015. Untuk KKB kami targetkan pertumbuhannya sama seperti tahun 2014 lalu," kata Hery. Catatan saja, dengan pelonggaran LTB dan FTV ini, BI memperkirakan akan ada angka kucuran kredit sebesar Rp 6,5 triliun yang mengalir ke KPR sebesar Rp 4,5 triliun dan KKB sebesar Rp 2 triliun. Angka itu sangat kecil atau masih di bawah 1%, karena waktunya hanya enam bulan untuk tahun 2015. Pelonggaran itu juga akan menyokong kredit perumahan yang diproyeksikan tumbuh sebesar 12% atau mencapai Rp 383,17 triliun tahun ini. Pada tahun lalu kredit perumahan mencapai Rp 342,12 triliun. Sedangkan realisasi pertumbuhan kredit perumahan per April 2015 sebesar Rp 347,53 triliun, terdiri dari rumah tinggal Rp 308,19 triliun, flat/apartemen Rp 13,07 triliun, ruko dan rukan Rp 26,26 triliun. Kemudian pada kredit otomotif tercatat tumbuh 16,35% menjadi Rp 123,07 triliun dari posisi Rp 105,77 triliun per April. Kredit otomotif masih akan kecil permintaannya karena memang pembiayaannya dalam jumlah kecil. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ini sebab pelonggaran LTV belum akan dongkrak KKB
JAKARTA. Bank Indonesia resmi merilis pelonggaran aturan batas minimum uang muka alias loan to value (LTV) bagi bank konvensional atau finance to value (FTV) yang diperuntukkan bagi bank syariah. Bank Indonesia (BI) memangkas setoran uang muka atau down payment (DP) untuk permintaan kredit rumah dan apartemen serta kredit kendaraan bermotor. Aturan ini berlaku untuk cicilan baru mulai 18 Juni 2015 di bank konvensional dan juga bank syariah. Meski begitu, industri perbankan nasional sepertinya tidak terlalu optimis, bahwa stimulus berupa pelonggaran uang muka cicilan KKB dan KPR ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Direktur Consumer Retail Banking Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, Anggoro Eko Cahyo bilang, pelonggaran uang muka untuk KKB dan juga KPR tentu dapat mendorong peningkatan pertumbuhan kredit. "Namun melihat kondisi daya beli masyarakat yang melemah, kemungkinan memang permintaan pertumbuhannya tidak signifikan," kata Anggoro kepada KONTAN, Minggu (28/6). Ia menambahkan, pertumbuhan permintaan kredit khususnya KKB akan dapat lebih terdongkrak, jika ATPM memberikan diskon spesial atas pembelian kendaraan bermotor. Hal yang sama pun dilontarkan oleh Bank Rakyat Indonesia. General Manager Consumer Finance BRI, Joice Farida bilang, secara historis, berdasarkan pengalaman BRI, KKB jelang Lebaran diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih besar ketimbang KPR. "Ini lebih dikarenakan pengaruh masyarakat Indonesia yang kebiasaannya pada saat mudik, berganti kendaraan bermotor," kata Joice. Meski begitu, lanjutnya, berdasarkan data penjualan otomotif secara industri pada kuartal II-2015, masih belum terlihat adanya peningkatan yang signifikan. "Kami memperkirakan dampak relaksasi LTV untuk KKB maupun KPR, masih kecil," ujarnya. Setali tiga uang, Direktur Consumer and Retail Banking Bank Mandiri, Hery Gunardi menuturkan, kebijakan LTV dihatapkan dapat meningkatkan permintaan atas KKB dan KPR. Menurutnya, pelonggaran LTV akan membantu mendorong pertumbuhan KKB di tengah lesunya penjualan otomotif. Meski begitu, kata Hery, permintaan KKB tidak hanya dioengaruhi oleh LTV. Terdapat faktor yang mempengaruhi, berupa daya beli masyarakat itu sendiri. "Tahun ini kita dihadapkan pada situasi yang berbeda dengan tahun-tahun lalu karena daya beli nasabah sedang menurun," ucap Hery. Diharapkan pada semester II-2015, dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional yang dibantu dengan pelonggaran LTV, maka pertumbuhan KPR dan KKB lebih baik dibandingkan dengan semester I-2015. Bank dengan kode emiten BMRI ini, menargetkan pertumbuhan KKB yang sama dengan tahun 2014 kemarin. "Kalau tanpa LTV mungkin akan berat capai angka target tahun 2015. Untuk KKB kami targetkan pertumbuhannya sama seperti tahun 2014 lalu," kata Hery. Catatan saja, dengan pelonggaran LTB dan FTV ini, BI memperkirakan akan ada angka kucuran kredit sebesar Rp 6,5 triliun yang mengalir ke KPR sebesar Rp 4,5 triliun dan KKB sebesar Rp 2 triliun. Angka itu sangat kecil atau masih di bawah 1%, karena waktunya hanya enam bulan untuk tahun 2015. Pelonggaran itu juga akan menyokong kredit perumahan yang diproyeksikan tumbuh sebesar 12% atau mencapai Rp 383,17 triliun tahun ini. Pada tahun lalu kredit perumahan mencapai Rp 342,12 triliun. Sedangkan realisasi pertumbuhan kredit perumahan per April 2015 sebesar Rp 347,53 triliun, terdiri dari rumah tinggal Rp 308,19 triliun, flat/apartemen Rp 13,07 triliun, ruko dan rukan Rp 26,26 triliun. Kemudian pada kredit otomotif tercatat tumbuh 16,35% menjadi Rp 123,07 triliun dari posisi Rp 105,77 triliun per April. Kredit otomotif masih akan kecil permintaannya karena memang pembiayaannya dalam jumlah kecil. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News